Uslub-uslub dalam Ilmu Nahwu

USLUB NAHWIYYAH
Makna uslub ialah cara atau gaya bahasa yang dipakai oleh seseorang untuk menuangkan pokok-pokok pikiran dan perasaannya melalui untaian kata dan ditujukan kepada para pembaca dan pendengar[1]
Ranah pembahasan uslub sebenarnya termasuk dalam pembahasan tentang gramatika . Dalam kasus bahasa Arab, kajian uslub ada dalam nahwu (sintaksis). Sebab, subtansi pembahasan uslub berkisar kepada pembahasan kalimat, juga merupakan wilayah nahwu, pembahasan uslub tidak dimasukkan dalam pembahasan struktur kalimat secara umum , namun diletakkan pada bab tersendiri. Misalnya bab al-Asalib al-nahwiyah. Berdasarkan kenyataan itu, uslub untuk sementara bias didefinisikan sebagai kalimat Arab yang memiliki orientasi gramatika yang berbeda dari kalimat gramatika Arab pada umumnya. Pengertian uslub yang berbasis nahwu inilah yang hendak digunakan dalam pembahsan kali ini.[2]
Dalam hal ini, tidak ada relevansi yang cukup kuat untuk menyertakan perihal pembahasan definisi uslub atau semacamnya, misalnya, ada tidaknya uslub (kalimat yang berorientasi lain) dalam bahasa Arab. Para pakar nahwu tradisional sendiri telah membangun penjelasan (apologi) yang mencukupi, yakni bahwa yang dikatakan uslub sesungguhnya sama dengan kalimat pada umumnya, yakni terdiri dari S+P atau mubtada’+khobar dan fi’il fa’il.
Pembahasan uslub mencakup empat hal, yakni kalimat sumpah; uslub ketakjuban; uslub pujian dan celaan; uslub anjuran dan larangan. Masing-masing akan dibicarakan pada bagian dibawah ini.
A.           Kalimat Sumpah (أسلوب القسم)
Kalimat sumpah adalah kalimat yang dimaksudkan untuk menguatkan pesan yang disampaikan untuk menggunakan perangkat-perangkat sumpah antara lain ( و- ب- ت ) Cara menerjemahkan uslub kalimat yang demikian kedalam bahasa Indonesia adalah dengan menggunakan kata demi….. atau yang semakna dengannya.
               Contoh
1.      والله لا نجاح الا بالمجاهدة
Diterjemahkan → Demi Allah, tidak ada suatu keberhasilan kecuali dengan kerja keras.
2.      تالله ان فاعل الخبر لمحبوب
Diterjemahkan→ Demi Allah, orang yang berbuat baik niscaya dicintai, ( Disini kata inna dalam penerjemahannya dibuang karena kata inna memiliki maksud yang sama dengan makna sumpah itu sendiri, yakni menguatkan).
3.      بالله ان انقنت لتنجحن العمل
Diterjemahkan → Demi Allah, apabila engkau menuntaskan (menyempurnakan) kerja dengan baik niscaya engkau akan berhasil[3]
B.            Uslub ketakjuban(أسلوب التعجب)
Uslub ketakjuban adalah gaya ungkapan yang dimaksudkan untuk menyampaikan suatu ketakjuban, baik tentang seseorang, benda maupun yang lainnya. Umumnya, gaya ungkapan ini disampaikan dengan dua pola : ما افعله — افعل به  . Cara menerjemahkan uslub yang demikian adalah dengan kata ‘betapa’, ‘oh betapa’ atau kata-kata lain yang menunjukkan kekaguman.
               Contoh :
1.      ما أجمل السماء
Diterjemahkan → Betapa indahnya langit itu
2.      أجمل بالسماء
Diterjemahkan → Oh indahnya langit itu
3.      ما أحسن الصدق
Diterjemahkan → Betapa mulia sikap jujur
4.      أعظم بتقدم الصناعات في البلاد الأوربية
Diterjemahkan → Betapa maju perindustrian di negeri-negeri Eropa
5.      ماأكرم أن يقال الحق
Diterjemahkan → Betapa mulia apabila kebenaran disuarakan[4]
Hal yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan penerjemah salah memahami pemakaian gaya bahasa ta’ajub sebagai kata Tanya (pola pertama) atau sebagai kata perintah (pola kedua). Karena secara kebahasaan antara ta’ajub pola pertama (kata tanya) dan pola kedua (kata perintah) dapat dikatakan sama persis. Dalam hal ini, konteks kalimat amat menentukan pemaknaan pola tersebut, apakah ta’ajub berpola kata Tanya atau ta’ajub berpola kata perintah. Penerjemah dituntut cermat dengan melihat konteks kalimat sebelum dan sesudahnya. Kesalahan memahmi jenis pola ini amatlah fatal. Sebagai ilustrasi kesalahan ini , misalnya, jika contoh pertama diterjemahkan : Apa yang indah dari langit itu ?’ Kesalahan pemahaman tentang pola ini disebut-sebut sebagi legenda yang mendorong lahirnya ilmu Gramatika-Sintaksis Arab (Nahwu) oleh Abu Aswad al-Duali.
C.            Uslub Pujian dan Celaan (أسلوب المدح والذم)
Uslub pujian dan celaan adalah gaya ungkapan yang dimaksudkan untuk memberikan pujian ataupun celaan. Sebagian besar gaya ungkapan ini menggunakan kata-kata نعم.atau بئس  Cara penerjemahan dua kata tersebut adalah dengan kata ’sebaik-baik’ , ‘seburuk-buruk’ atau semakna dengan keduanya.
Sebagai contoh :
1.      نعم المستغرب حسن حنفى
Diterjemahkan → sebaik-baik tokoh oksidentalis adalah hasan hanafi
2.      بنس المستعمر هو لندا
Diterjemahkan → Seburuk-buruk penjajah adalah Belanda
3.      نعم الرجالالصانع المجد
Diterjemahkan → sebaik-baik orang adalah pekerja yang sungguh-sungguh
4.      نعم خلقا الأمانة
Diterjemahkan → sebaik-baik budi pekerti adalah sifat amanah
5.      نعم الصديق الكتاب
Diterjemahkan → sebaik-baik teman adalah buku
6.      بنس القول شهادة الزور
Diterjemahkan → seburuk-buruk perkataan adalah kesaksian palsu
Penerjemah seringkali salah menduga bahwa kata-kata kedua lafadz diatas belum membentuk kalimat, namun masih merupakan frase. Memang susunan pola kalimat ini potensial disalahpahami secara demikian . Harus dicatat bahwa kata-kata setelah dua lafadz diatas biasanya telah membentuk kalimat lengkap. Perhatikan contoh kalimat pertama. Kalimat tersebut sangat mungkin disalah fahami sebagai satu frase idhafi. Sebagai implikasinya, terjemahannya pun tentu kurang tepat, misalnya menjadi ‘ sebaik-baik seorang pekerja yang sungguh-sungguh’.[5]
D.           Uslub Anjuran dan Larangan(أسلوب الإغراء والتحذير)
Gaya ungkap ini lebih banyak digunakan dalam bahasa lisan ketimbang bahasa tulis. Dalam bahasa tulis, uslub ini banyak dijumpai dalam karya-karya sastra. Yang dimaksud gaya ungkap anjuran atau ighra’ adalah gaya ungkap yang menganjurkan orang kedua agarmelakukan perbuatan-perbuatan terpuji. Sedangkan gaya ungkap larangan atau tahdzir, sebagai bandingannya, adalah peringatan kepada orang tua untuk menjauhi perbuatan tercela.
Cara mengidentifikasi gaya ungkapan ini adalah dengan melihat bahwa suatu kalimat hanya terdiri dari suatu kata saja atau dua kata yang sejajar dan kesemuanya dibaca mansub. Cara menerjemahkan pola ini adalah dengan menggunakan kata-kata yang bermakna menganjurkan atau memperingatkan, misalnya’…lah’, ‘janganlah’, ‘sebaiknya’, ‘seyogyanya’, dan sebagainya.
Contoh :
1.             العدل
Diterjemahkan → berbuat adillah
2.             الكذب
Diterjemahkan → Jangan berdusta
3.             الصدق والإخلاص
Diterjemahkan → Seyogyanya anda jujur dan ikhlas
4.             النفاق والخيانة
Diterjemahkan → Sebaiknya engkau jauhi sifat munafik dan khiyanat.[6]
Titik rawan kesalahpahaman pada pola ini adalah pada dugaan bahwa ungkapan tersebut dipahami hanya sebagai satu katra atau dua kata yang sejajar, bukan dipahami sebagai kalimat lengkap. Disinilah penerjemah harus berhati-hati. Ungkapan-ungkapan seperti diatas itu nampaknya memang terdiri dari satu kata atau dua kata sejajar, namun sebenarnya merupakan sebuah kalimat lengkap, setidaknya dari aspek pesan yang dikandungnya. Sebagai ilustrasi, misalnya, penerjemah salah memahami kalimat pertama, dankalimat ketiga pada contoh diatas, sehinggakalimat pertama (salah) diterjemahkan dengan ‘keadilan’, dan kaliamat ketiga (salah) diterjemahkan dengan ‘’kejujuran dan keikhlasan’’

Tinggalkan komentar