Rangkuman Ilmu Tarjamah & Ilmu Nahwu

KERAGAMAN STRUKTUR KALIMAT
DAN PENGARUHNYA TERHADAP MAKNA

Pendahuluan:

Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap bahasa mempunyai sistem tersendiri yang mungkin berbeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain Bahasa Arab mempunyai sistem tersendiri dalam merangkai kata-katanya. Sistem ini akan lebih mudah dikaji, manakala diperbandingkan dengan bahasa yang sudah dikenal. Karena itulah maka kajian ini, akan sedapat mungkin, memperbandingkan dngan struktur bahasa Indonesia. Pengenalan struktur kalimat ini penting untuk memahami gagasan yang terkandung dalam kalimat tersebut.Dalam bahasa Arab ada dua pola kalimat dasar, yaitu : Pertama, jumlah (kalimat) ismiyyah dan kedua jumlah fi’liyyah.
1.Jumlah Ismiyyah

Jumlah Ismiyyah terdiri dari mubtada’ sebagai pokok kalimat yang umumnya berupa kata benda ( isim ) dan khabar , bisa berupa isim, fi’il (jumlah fi’liyyah) , jumlah ismiyyah atau syibh al-jumlah , yakni jar majrur atau zarf sebagai penjelas mubtada’ .
Contoh Jumlah Ismiyyah:

-حسان مدرس ؛ هو عالم
-حسان يدرس اللغة العربية
-حسان في البيت ؛ هو أمام التلفزيون

Struktur Jumlah Ismiyyah tidak selalu diawali oleh mubtada’ , bahkan jika mubtada’ tidak berupa isim ma’rifat maka jumlah tersebut pada umumnya diawali oleh khabar , yaitu jika mubtada’ nya berupa isim nakirah dan khabarnya berupa jar majrur atau zarf. Misalnya :

في المسجد مسلمون ؛ على المنبر خطيب

Jika mubtada ‘ yang nakirah di atas dirubah menjadi ma’rifah maka sttrukturnya bisa dikembalikan ke struktur semula yakni mubtada’ – khabar, tetapi boleh juga masih tetap khabar-mubtada’. Jadi boleh :

في المسجد المسلمون atau المسلمون في المسجد

Perbedaan kalimat yang terakhir ini dengan kalimat في المسجدد مسلمون adalah perbedaan antara makna isim ma’rifah dan isim nakirah, yakni pengertian yang sudah tertentu dan yang belum tertentu. Adapun perbedaan antara kalimat المسلمون في المسجد dengan kalimat في المسجد المسلمون adalah pada gagasan yang ingin ditekankan. Yang pertama lebih menekankan sebuah gagasan yang berupa “orang-orang Islam”, yang kedua lebih menekankan gagasan yang berupa “di dalam masjid”.

2.Jumlah Fi’liyyah

Jumlah fi’liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi’il madli mudlari’ maupun fi’il amar, misalnya :

قرأ فريد الكتاب قبل الذهاب إلى الجامعة

Farid telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus

Di samping dua jumlah di atas sebagai unsur pokok dalam sebuah kalimat, ada satu bentuk lagi yang disebut dengan syibh jumlah terdiri dari :

a) jar majur yaitu setiap kata yang diawali dengan salah satu huruf jarmisalnya, misalnya:

في المدرسة ؛ من المكتبة

b) zarf, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya :أمام الجامعة ؛ وراء المسجد .

Di samping unsur pokok yang sering juga disebut ma’mul ‘umdah, ada juga unsur-unsur penunjang , sering disebut ma’mul fudllah, yang dapat menambah informasi yang terkandung dalam sebuah kalimat. Semakin banyak unsur penunjang maka semakin jelas pula informasi yang diberikan oleh kalimat tersebut. Secara garis besar, unsur-unsur penunjang tersebut terdiri dari:
1-Maf’ul bih, misalnya :

يجب على كل الطالب أن يكتب البحث لأجل إتمام دراسته في الجامعة

Setiap mahasiswa harus menulis skripsi untuk menyelesaikan studinya di Perguruan Tinggi.

سمعت الأذان في المسجد

Saya mendengar azan di masjid

Kata-kata yang digaris bawah dalam contoh-contoh di atas adalah maf’ul bih. Pada prinsipnya kata kerja yang mempunyai maf’ul bih adalah kata kerja yang muta’addi atau transitif. Kata kerja ini ada dua macam: ada yang muta’addi langsung, yakni tanpa huruf jar , dan ada yang muta’addi tidak langsung, yakni melalui huruf jar. Kata kerja dalam contoh nomor terakhir adalah muta’addi tidak langsung dengan menggunakan huruf jar على . Kata kerja intransitif (lazim ) bisa dirubah menjadi transitif ( muta’addi ) dengan salah satu dari tiga cara, yaitu: dengan mengikutkan pada wazan أفعل ؛ فعّل atau dengan menambah huruf jar tertentu. Tetapi yang terakhir bersifat sama’i artinya kita hanya mengikuti yang sudah ada, dalam hal kombinasi kata kerja tertentu dan huruf jar tertentu.
2-Maf’ul mutlaq, misalnya :

أرجو مساعدتك رجاء

Saya sangat mengharap bantuanmu
Maf’ul mutlaq digunakan untuk maksud :
• ta’kid (memperkuat pernyataan),
• bayan nau’ (penjelasan macam atau kualitas suatu perbuatan) dan
• bayan ‘adad al-fi’li (penjelasan frekuensi perbuatan).
• Terkadang yang disebutkan hanya sifat dari maf’ul mutlaqnya saja, sementara maf’ul mutlanya sendiri tidak disebutkan

3-Maf’ul liajlih

yakni kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah perbuatan, biasanya kata tersebut dalam bentuk mashdar dan berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan hati (af’al al-qulub ), yakni kata kerja yang berkaitan dengan hati, seperti yang bermakna takut, ingin, mengharap dan sebagainya, contoh:

سيطرت الولايات المتحدة على العراق رغبة في الهيمنة على دول الشرق الاوسط

1-Amerika Serikat menguasai Irak karena ingin menghegemoni negara-negara Timur Tengah

4-Maf’ul ma’ah, yakni kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya “dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu ‘ataf dalam kalimat ersebut, misalnya:

انطلقت القافلة وغروب الشمس

Kafilah itu berangkat bersamaan dengan terbenamnya matahari

5-Maf’ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu dillakukan, misalnya:

قرأ المسلمون القرآن ليلا

Orang-orang muslim membaca al-Qur’an di waktu malam

6-Hal, yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku atau objek ketika suatu perbuatan sebagaimana yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan, misalnya :.
يأتي الضيوف إلى منزلي راكبي السيارةِ (أو راكبين السيارةَ)
Para tamu datang ke rumahku naik mobil

7- Tamyiz , yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan dengan benda. Bedanya dengan hal adalah bahwa yang terakhir ini berkaitan dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit maupun abstrak, seperti:
اشتريت مترا قماشا
Saya membeli satu meter kain

8-tawabi’ yang terdiri dari : na’at, ‘ataf’ taukid dan badal
النعت :
طلب العلم أمر مهم يهمله كثير من الناس
Menuntut ilmu adalah hal penting yang diabaikan banyak orang.

Dalam contoh di atas, ada dua bentuk naat : yang pertama naat mufrad yaitu kata muhimm, dan yang kedua adalah naat jumlah yaitu kata yuhmiluh katsir min an-nas. Kalimat ( jumlah ) ini terletak setelah dan sekaligus menjelaskan isim nakirah yaitu muhimm. Sementara kata muhimm bukan berupa kalimat ( jumlah ) maka ketika kata tersebut menjadi sifat bagi kata sebelumnya yakni amr , kata tersebut disebut na’at mufrad (pengertian mufrad di sini adalah bukan kalimat atau jumlah )
اشترى عمي البيت القديم الذي كنت أسكن فيه في الثمانينات
Pamanku membeli rumah lama yang dulu pada tahun delapan puluhan saya tinggal di situ.
لا بد لك من اختيار الأصدقاء الطيبة أخلاقهم

Kamu mesti memilih teman-teman yang baik akhlaknya.
Contoh yang terakhir di aas disebut na’at sababi yakni kata at-tayyibah. Cirinya adalah bahwa na’at tersebut mempunyai fa’il dalam contoh di atas adalah kata akhlaquhum, yang mengandung dlamir (kata ganti) yang kembali kepada man’ut dalam contoh di atas kata al-asdiqa.. Na’at sababi tersebut akan selalu dalam bentuk mufrad sebagaimana hubungan antara fi’il dengan fa’ilnya. Tetapi harus mengikuti kata yang sesudahnya , yakni failnya dalam hal muannats dan muzakkarnya, meskipun harus berbeda dengan man’utnya, mislanya:
حضر الرجل الكريمة أمه
حضرت المرأة الكريم أبوها
حضر الرجال الكريمة أمهم
حضرت النساء الكريم أبوهن
حضر الرجال الكريم أبوهم
حضرت النساء الكريمة أمهن
Dengan kata lain, na’at sababi merupakan kata sifat yang mempunyai fa’il.dan kata tersebut menjadi na’at atau sifat bagi kata sebelumnya. Perlu diketahui bahwa kata sifat seperti isim fa’il , isim maf’ul atau sifah musyabbahah, bisa berfungsi seperti fungsi kata kerjanya, yaitu mempunyai fa’il bagi isim fa’il dan sifah musyabbahah dan mempunyai na’ib fa’il bagi isim maf’ul. Maka jika kata tersebut mempunyai fa’il yang ada kata ganti ( dlamir )nya, kemudian kata tersebut menjadi na’at atau sifat bagi kata sebelumnya, dalam keadaan seperti itulah disebut na’at sababi.
العطف :
حضر الأساتيذ والطلاب الندوة التي عقدتها هيئة الطلاب التنفيذية
Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri seminar yang diadakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa
التوكيد :
نجح أولئك الطلاب جميعهم في الامتحان
Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya.
Kata jami’ di atas merupakan taukid yakni kata yang memperkuat pernyataan, sebab jika tidak diberi kata semacam itu, kemungkinan dipahami bahwa yang lulus sebagian amat besar boleh jadi ada satu atau dua mahasiswa yang tidak lulus.
مدير الجامعة نفسه هو الذي أعطى جائزة للطلاب المتفوقين
Rektornya sendiri yang memberi hadiah kepada para mahasiswa yang berprestasi
Jika tidak diberi taukid kemungkinan bisa dipahami bahwa yang memberi hadiah adalah Pembantu Rektor, yang mewakilinya.
البدل :
الأستاذ أحمد يلقي محاضرة عن تطور المجتمع الإسلامي في كندا
Profesor Ahmad menyampaian ceramah tentang perkembangan masyarakat Islam di Canada.
Yang di maksud dengan ustaz di sini adalah Ahmad, dan Ahamad yang dimaksud di sini adalah Ahmad yang profesor (ustaz ). Kedua kata tersebut sama maksudnya, karena itu maka badal tersebut disebut badal kull min al-kull.
يعجبني حسان صوته
Saya kagum dengan suara Hassan
Kata shaut menggantikan Hassan, jadi yang dikagumi bukan Hassannya tapi suaranya. Karena suara seseorang merupakan sesuatu yang tercakup dalam dirinya maka badal ini disebut badal isytimal
قطعنا المسافة نصفها
Kita menempuh separuh jarak perjalanan
Kata nishf menggantikan masafah, yang ditempuh bukan seluruh jarak perjalanan tetapi separuhnya. Nishf atau setengan adalah merupakan bagian dari suatu keseluruhan, maka badal ini disebut badal ba’dl min al-kull
9. Idlafah
Idlafah ada dua macam yaitu:
a) idlafah ma’nawiyyah dan
b) b)idlafah lafziyyah.
Adapun Idlafah ma’nawiyyah adalah merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut : pertama, makna من (dari), misalnya : خاتم ذهب ( cincin dari emas); kedua, makna في (dalam) misalnya صلاة العصر (salat dalam waktu ashar) dan ketiga, makna ل (milik atau untuk), misalnya منزل أحمد (rumah milik Ahmad). Idlafah terdiri dari mudlaf dan mudlaf ilaih. Struktur ini bisa terdiri dari dua kata sebagaimana contoh di atas, bisa juga lebih dari dua, misalnya : فناء منزل أحمد (halaman rumah Ahmad) atau seperti فناء منزل رئيس المدرسة (halaman rumah Kepala Sekolah).
Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna huruf jar di atas, yakni من ؛ ل ؛ في . Disebut lafziyyah karena hanya lafalnya saja yang tampak dalam struktur idlafah, sementara maknanya bukan idlafah, misalnya: كثير المال ( banyak uangnya); atau قليل الكلام (sedikit bicaranya). Oleh karena itu, berbeda dengan idlafah ma’nawiyyah, yang mudlaf nya tidak boleh diberi tambahan ال , dalam idlafah lafziyyah , mudlaf nya bisa diberi ال misalnya : kata كثير الكلام bisa menjadi الكثير المال (orang yang banyak harta) dan begitu pula kata قليل الكلام bisa menjadi القليل الكلام (orang yang sedikit bicara)., hampir sama dengan ungkapan الذي كثر ماله dan الذي قلّ كلامه .
Apa yang dijelaskan di atas adalah pola-pola struktur kalimat yang terdiri dari unsur pokok ( ma’mul ‘umdah )yakni jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah , sementara yang lainnya adalah unsur pelengkap, (ma’mul fudlah). Semakin banyak unsur pelengkap yang ada pada suatu kalimat, semakin lengkap pula informasi yang terkandung didalamnya. Pola-pola struktur tersebut membentuk berbagai macam kalimat. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebuah kalimat terjadi dari kombinasi unsur-unsur di atas. Kombinasi isi sifatnya arbriter, dan bisa bersifat kompleks, tergantung pada kebutuhan pengungkapan. Semakin lengkap ragam pola struktur yang digunakan dalam sebuah kalimat semakin lengkap informasi yang terkandung didalamnya dan semakin kompleks kalimat tersebut..
Pemahaman terhadap sebuah kalimat menuntut pengenalan pola strukturnya, sebab model struktur kalimat akan sangat berkaitan dengan maknanya. Karena itu maka kemampuan menganalisis struktur kalimat amat diperlukan dalam pemahaman sebuah teks bahasa Arab. Kekeliruan dalam menganalisisnya dapat mengakibatkan kesalahapahaman. Kalimat tertentu terkadang mempunyai lebih dari satu kemungknan struktur, sebab struktur kalimat tertentu dapat berbeda maknanya dari yang lain. Oleh karena struktur kalimat juga berkaitan dengan makna, maka pemahaman terhadap konteks juga diperlukan dalam menentukan struktur kalimat, misalnya:
.رأيت أمس صديق الطبيب الجديد
Kemarin saya melihat teman dokter yang baru itu.
Jika kata yang digaris bawah di atas dibaca aljadida , maka stuktur kata tersebut merupakan sifat atau naat dari kata shadiq, teapi kalau dibaca al-jadidi kata tersbut menjadi sifat atau naat dari kata at-tabib. Perbedaan struktur ini pada akhirnya juga berpengaruh pada makna kalimat. Arti kalimat di atas: Saya kemarin melihat teman dokter yang baru. Jika dibaca al-jadida maka yang baru adalah teman dokter tersebut, tetapi jika dibaca al-jadidi , yang baru adalah dokternya. Maka , penentuan struktur kalimat tersebut tergantung pada maknanya, dan ini hanya dapat dipastikan melalui konteksnya.
Berikut ini adalah contoh analisis struktur kalimat

إن التقدم الكبير الذي حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية .وهذا التوسع لا يرجع كله إلى أصول اللغات الغربية، فإن كثيرا منه قام على مفردات اعتباطية كالنسبة إلى الأشخاص أو إلى أشياء عادية ولكنه اكتسب، بشيوع استعماله، معاني خاصة ساعدت على إنماء مفردات المعاجم الغربية وسبب صعوبات في إيجاد البدائل المقابلة لها بالعربية.

Analisis:
1- إن التقدم الكبير الذي حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية
Artinya: Kemajuan besar yang telah terjadi pada berbagai bidang keilmuan di Barat diikuti oleh perluasan kosa kata bahasa-bahasa Barat.
Kalimat di atas disebut jumlah ismiyyah, yakni kalimat yang diawali dengan isim (kata benda), yang terdiri dari unsur pokok yakni mubtada’ (subyek) dan khabar (predikat). Tetapi masing-masing unsur tersebut diikuti oleh penjelasan tersendiri.
Mubtada’: إن التقدم الكبير الذي حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب
Khabar : رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية

Kalimat di atas adalah jumlah ismiyyah yang sudah ditambah dengan إن , terdiri dari : M (15+16) + Kh(1+ 6 +2) . Penjelasan:
التقدم الكبير الذي = إسم إن (منعوت + نعت ) ؛ الذي = (إسم موصول)
Kemajuan besar yang
حدث في مختلف ميادين العلوم في الغرب = صلة الموصول
terjadi dalam berbagai bidang ilmu di Barat
رافقه التوسع في مفردات اللغات الغربية = خبر إن
فعل + مفعول به + فاعل +جار+ مجرور ( إضافة + نعت )
Artinya:
Diikuti oleh perluasan dalam kosakata-kosakata bahasa Barat.
2-وهذا التوسع لا يرجع كله إلى أصول اللغات الغربية
Artinya: Dan perluasan ini tidak semuanya bersumber pada dasar-dasar bahasa Barat.
Kalimat di atas adalah jumlah ismiyyah yang terdiri M(19 + 20) – Kh (1+2) – jar + majrur (23 + 24)-(15 + 16)
و = حرف عطف هذا التوسع = مبتدأ (مبدل منه + بدل)
لا يرجع كله = خبر (فعل + فاعل)
إلى أصول اللغات الغربية = جار + مجرور ( إضافة + نعت)
أصول اللغات = مضاف + مضاف إليه (منعوت)
اللغات الغربية = منعوت + نعت
Penjelasan : Satu kata bisa mempunyai dua fungsi, misalnya sebagai mudlaf ilaih, sekaligus sebagai man’ut.
فإن كثيرا منه قام على مفردات اعتباطية كالنسبة إلى الأشخاص أو إلى أشياء عادية
ف = حرف عطف
كثيرا منه (من التوسع) = إسم إن
قام على مفردات اعتباطية = جملة فعلية : قام (هو) =فعل + فاعل = خبر إن
على مفردات اعتباطية = جار + مجرور (منعوت + نعت)
Artinya:
Sebab banyak di antara perluasan itu berdasarkan kosakata-kosakata yang sifatnya arbiter seperti penisbahan kepada person-person tertentu atau sesuatu yang sifatnya biasa.
Penjelasan : Kata ف tidak selalu berrti “maka” kadang-kadang berarti “sebab”, seperti pada contoh di atas. Dalam hal ini konteks kalimat perlu dipertimbangkan. Begitu pula kata قام yang arti asalnya “berdiri”, jika dihubungkan dengan harf jar على artinya “berdasarkan”, jika dihubungkan dengan harf jar ب  artinya “melakukan”
ولكنه اكتسب، بشيوع استعماله، معاني خاصة ساعدت على إنماء مفردات المعاجم الغربية
و= حرف العطف ؛ لكنه ( التوسع المذكور ) = لكن + ضمير (إسم لكن)
اكتسب = فعل +فاعل (اكتسب + هو) = حبر من “لكن”
بشيوع استعماله = شبه الجملة (جار ومجرور) = معترضة بين الفعل ومفعوله
معاني خاصة = مفعول به (منعوت + نعت )
ساعدت = الجملة الفعلية (ساعد + هي ) = نعت ل “معاني خاصة”
Keterangan : Jumlah, baik yang ismiyyah atau fi’liyyah jika menjelaskan isim nakirah, seperti pada contoh di atas , yakni معاني خاصة ساعدت maka kedudukannya akan menjadi na’at atau sifah , implikasinya pada makna adalah tambahan makna “yang”. Dalam contoh di atas menjadi : makna-makna khusus yang medukung …
على إنماء مفردات المعاجم الغربية = جار ومجرور (إضافة)
إنماء مفردات المعاجم الغربية = مضاف + مضاف إليه
مفردات المعاجم الغربية =(مضاف إليه) مضاف + مضاف إليه (مننعوت) + نعت
Keterangan : Kata مفردات di atas, di samping menjadi mudlaf ilaih juga merupakan mudlaf. . Implikasinya, huruf akhirnya tidak boleh dibaca tanwin dan awal katanya tidak boleh mnggunakan ال , kecuali pada idlafah lafziyyah .

و = حرف عطف ؛ سبب = الجملة من الفعل ولفاعل (سبب + هو) خبر من لكنّ وهو كذلك معطوف على “اكتسب”
صعوبات = مفعول به ل ” سبب”
في إيجاد البدائل = الجار + المجرور ، متعلق بصعوبات
إيجاد البدائل = مضاف + مضاف إليه (منعوت)
البدائل المقابلة = منعوت (مضاف إليه) + نعت
لها (لمفردات المعاجم الغربية) = جار + مجرور (ضمير)
بالعربية = جار +مجرور متعلق ب “المقابلة”.

Arti kalimat di atas menjadi :
Tetapi perluasan kosa kata yang berdasar cara arbiter seperti penisbahan pada nama person-person atau sesuatu hal yang biasa itu, karena banyak digunakan, mendapat makna-makna baru yang mendukung semakin bertumbuhnya kosakata-kosakata kamus bahasa Barat.
Analisis Struktur Kalimat :
Teks dari al-Gazali dari bukunya Maqasid al-Falasifah

أما التمهيد فهو أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين : التصور والتصديق . أما التصور فهو إدراك الذوات التي يدل عليها بالعبارات المفردة على سبيل التفهيم والتحقيق كإدراك المعنى المراد بلفظ الجسم والشجر والملك والجن والروح وأمثاله. وأما التصديق فكعلمك بأن العالم حادث والطاعة يثاب عليها والمعصية يعاقب عليها ، وكل تصديق فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران. فإن من لم يفهم العالم وحده ، والحادث وحده لم يتصور منه التصديق بأنه حادث بل لفظ الحادث إذا لم يتصور معناه صار كلفظ المادث مثلا. ولو قيل العالم مادث لم يمكنك لا تصديق ولا تكذيب لأن ما لا يفهم كيف ينكر أو كيف يصدق به وكذلك لفظ العالم إذا أبدل بمهمل. ثم كل واحد من التصور والتصديق ينقسم إلى ما يدرك أو لا من غير طلب وتأمل، وإلى ما لا يحصل إلا بالطلب. أما الذي يتصور من غير طلب فكالموجود والشيء وأمثالهما. وأما الذي يتحصل بالطلب فكمعرفة حقيقة الروح والملك والجن وتصور الأمور الخفية وذواتها.
وأما التصديق المعلوم أولا : فكالحكم بأن الإثنين أكثر من واحد وأن الأشياء المساوية لشيء واحد متساوية ويضاف إليه الحسيات والمقبولات وجملة من العلوم التي تشتمل النفوس عليها من غير سبق طلب وتأمل فيها وينحصر في ثلاثة عشر نوعا .

Analisis Struktur Kalimat (bagian-bagian tertentu):
a.Mubtada’ dan khabar; Tarkib Idlafi dan Tarkib Washfi
أما التمهيد فهو أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين : التصور والتصديق . أما التصور فهو إدراك الذوات التي يدل عليها بالعبارات المفردة على سبيل التفهيم والتحقيق كإدراك المعنى المراد بلفظ الجسم والشجر والملك والجن والروح وأمثاله
Kata yang dimasuki atau terletak sesudah أما selalu dalam posisi mubtada’. Dan khabarnya diawali dengan huruf ف . Kalimat yang digaris bawah di atas terdiri dari struktur mubtada’ dan khabar (berupa khabar jumlah), secara berturut-turut sebagai berikut :
التمهيد = مبتدأ / هو أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين =خبر
هو = مبتدأ / أن العلوم وإن انشعبت أقسامها فهي محصورة في قسمين = خبر
العلوم = اسم أن / هي محصورة في قسمين = خبر أن
وإن انشعبت أقسامها Adalah jumlah mu’taridlah , yaitu suatu kalimat atau jumlah, bisa berupa ismiyyah atau fi’liyyah yang terletak di tengah suatu jumlah atau kalimat. Dikatakan mu’taridlah sebab jumlah tersebut menghalangi hubungan langsung unsur-unsur pokok dalam suatu kalimat tertentu. Dengan kata lain, jumlah mu’taridlah adalah suatu jumlah atau kalimat yang disebutkan untuk memberi penjelasan di tengah kalimat. Kata التصور والتصديق adalah badal dari قسمين , yakni bahwa dua bagian itu adalah التصور والتصديق .
Sedangkan struktur إدراك المعنى المراد adalah idlafah dan sifah maushuf. Kata إدراك المعنى merupakan idlafah mashdar kepada maf’ul bihnya , artinya ‘menangkap akan makna”. Sedangkan kata المراد adalah isim maf’ul yang mengandung arti “di” , sifat dari kata المعنى . Jadi arti ungkapan di atas “menangkap makna yang dimaksud”. Jadi arti kalimat di atas adalah:
Adapun dasar pemikirannya adalah bahwa berbagai macam ilmu, meskipun bagian-bagiannya bercabang-cabang, terbatas pada dua hal, yaitu tasawwur dan tashdiq. Tashawwur adalah menangkap makna benda-benda yang ditunjukkan oleh ungkapan-ungkapan tunggal dalam rangka pemahaman dan pendalaman, seperti menangkap makna yang dimaksud oleh lafal jasmani, pohon, Malaikat, Jin, ruh dan yang seperti itu.
وأما التصديق فكعلمك بأن العالم حادث والطاعة يثاب عليها والمعصية يعاقب عليها ، وكل تصديق فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران. فإن من لم يفهم العالم وحده ، والحادث وحده لم يتصور منه التصديق بأنه حادث بل لفظ الحادث إذا لم يتصور معناه صار كلفظ المادث مثلا. ولو قيل العالم مادث لم يمكنك لا تصديق ولا تكذيب لأن ما لا يفهم كيف ينكر أو كيف يصدق به وكذلك لفظ العالم إذا أبدل بمهمل.
Kata علمك adalah termasuk إضافة المصدر إلى فاعله artinya “Pengetahuanmu”. Di sini pelakunya adalah kata ganti “mu” atau dlamir mukhatab ك , berbeda dengan kata إدراك المعنى , kata المعنى yang sebagai mudlaf ilaih dari sisi lafalnya adalah maf’ul bih dari sisi maknanya. Artinya “mengetahui makna”. Kata “makna” di sini sebagai objek atau maf’ul bih. Karena itu maka yang terakhir ini disebut إضافة المصدر إلى مفعوله .
Kalimat والطاعة يثاب عليها diatafkan (معطوف) kepada kalimat sebelumnya , yakni أن العالم حادث . Implikasinya pada makna adalah bahwa kalimat tersebut berkait dengan kalimat yang sebelumnya, jadi penerjemahannya “seperti pengetahuanmua bahwa alam ini baru dan bahwa taat itu diberi pahala (pelakunya).”
Kalimat وكل تصديق فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران terdiri dari Mbtada + khabar jumlah yang analisisnya sebagai berikut:
وكل تصديق = مبتدأ / فمن ضرورته أن يتقدمه تصوران = خبر
فمن ضرورته = خبر مقدم / أن يتقدمه تصوران = مبتدأ مؤخر
Kata أن يتقدمه تصوران jika dirubah bentuk mashdar menjadi تقدم التصورين التصديق artinya “mendahuluinya dua tashawwur akan tashdiq” atau dengan kata yang lebih mudah “dua tashawwur mendahului tashdiq.”.
Kata يصدق به mempunyai berbagai macam kemungkinan bentuk, tetapi jika dilihat dari konteksnya maka bentuk kata tersebut adalah pasif, dibaca “yushaddaqu bihi” arti harfiahnya “dibenarkan dengannya” yang dimaksud “dibenarkan” sebab harf jar ب di sini merupakan satu rangkaian kata kerjanya, tidak berdiri sendiri, sehingga tidak perlu diartikan secara tersendiri.
Arti keseluruhannya menjadi:
Tashdiq seperti pengetahuanmu bahwa alam itu baru, dan bahwa pelaku taat itu diberi pahala , pelaku maksiat disiksa . Dan setiap tashdiq harus didahului oleh dua tashawwur. Maka orang yang tidak memahami pengertian alam itu sendiri atau pengertian baru itu sendiri, tidak terbayangkan bahwa ia mencapai tahap tashdiq bahwa alam itu baru. Lafal الحادث jika maknanya tidak dapat dipahami sama saja dengan lafal المادث ,misalnya, (sama-sama tidak dipahami). Jika dikatakan , العالم مادث maka anda tidak dapat membenarkan atau menyalahkannya, karena sesuatu yang tidak dipahami bagaimana bisa diingkari atau dibenarkan? Begitu pula dengan kata العالم jika diganti dengan kata muhmal (yang tidak bermakna).
b.Bentuk Majhul (pasif)
ثم كل واحد من التصور والتصديق ينقسم إلى ما يدرك أولا من غير طلب وتأمل، وإلى ما لا يحصل إلا بالطلب.
Perbedaan bentuk pasif antara fi’il madli dan mudlari terletak pada huruf sebelum akhir: untuk fi’il madli dikasrah , untuk fi’il mudlari difathah. Huruf awalnya , keduanya didlammah, misalnya kata ترك dan يترك bentuk aktifnya dibaca taraka dan yatruku, sedangkan bentuk pasifnya dibaca turika dan yutraku. Bentuk aktif ataupun pasifnya sesuatu kata kerja dapat diketahui melalui konteks kalimatnya.
Kata يدرك dari konteks kalimatnya adalah bentuk pasif dibaca yudraku , kata أولا adalah zarf zaman , karena itu maka dibaca nashab. Kalimat ما لا يحصل إلا بالطلب adalah istitsna menggunakan nafi dan إلا , yang mengandung arti hashr , padanan dalam bahasa Indonesia adalah makna “hanya”. Jadi arti kalimat di atas adalah : Kemudian masing-masing dari tashawwur dan tashdiq terbagi kepada : sesuatu yang dari pertama dapat ditangkap maknaya, tanpa penncarian atau perenungan, dan sesuatu yang hanya didapatkan dengan pencarian.
أما الذي يتصور من غير طلب فكالموجود والشيء وأمثالهما. وأما الذي يتحصل بالطلب فكمعرفة حقيقة الروح والملك والجن وتصور الأمور الخفية وذواتها.
Kata يتحصل juga bentuk pasif, dibaca yutahassalu , berbeda dengan يحصل yang pertama mengikuti wazan يتفعّل mengandung arti takalluf (paksaan, dalam hal ini :usaha keras) ; yang kedua mengikuti wazan يفعل , tidak mengandung arti takalluf. Arti kalimat di atas menjadi: Adapun yang dapat dipersepsikan tanpa pencarian adalah seperti “yang ada” atau sesuatu dan yang sepertinya. Sedangkan yang diupayakan untuk didapatkan melalui pencarian adalah seperti mengetahui hakikat roh, malaikat, jin, serta mempersepsikan sesuatu yang samar dan yang berkaitan dengannya.
وأما التصديق المعلوم أولا : فكالحكم بأن الإثنين أكثر من واحد وأن الأشياء المساوية لشيء واحد متساوية ويضاف إليه الحسيات والمقبولات وجملة من العلوم التي تشتمل النفوس عليها من غير سبق طلب وتأمل فيها وينحصر في ثلاثة عشر نوعا.
Struktur التصديق المعلوم dan الأشياء المساوية adalah na’at dan man’ut (tarkib wasfi). Beda antara kedua struktur di atas, yang pertama na’atnya berupa isim maf’ul, yang kedua berupa isim fa’il. Yang pertama artinya “yang diketahui”, yang kedua artinya “yang sama”. Isim maf’ul mempunyai makna yang sama dengan kata kerja bentuk majhul, bedanya bahwa isim maf’ul tidak disertai oleh waktu, sementara fi’il mabni majhul disertai oleh waktu telah (jika fi’il madli) atau sedang atau akan datang (jika fi’il mudlari’ ). Misalnya kata معلوم sama dengan عُلِمَ (‘ulima ) atau يُعْلَمُ ( yu’lamu ), hanya beda masalah waktu sebagaimana di atas. Jadi kata التصديق المعلوم sama dengan التصديق الذي عُلِمَ atau التصديق الذي يُعْلَمُ .
Kalimat يضاف إليه الحسيات adalah bentuk fi’il bentuk pasif + naib fa’il, artinya secra harfiah “ditambahkan kepadanya hal-hal yang dapat diindera”, maksudnya “ ditambah lagi hal-hal yang dapat diindera”.
Ungkapan من غير سبق طلب terdiri dari jar majrur dan idlafah. Kata من adalah jar , dan selebihnya majrur, yakni غير سبق طلب . ungkapan ini adalah idlafah, terdiri dari kata غير sebagai mudlaf dan سبق طلب sebagai mudlaf ilaih, kedua kata yang terakhir ini juga idlafah yang terdiri dari kata سبق (mudlaf ) dan kata طلب (mudlaf ilaih )..
Dalam konteks lain, kemungkinan kata سبق dibaca sabaqa, tetapi dalam konteks ini dibaca sabqi, bentuk mashdar dari sabaqa. Dibaca sebagai mashdar karena kata tersebut menjadi mudlaf ilaih. Yang harus berupa isim
Jadi sesuatu kata yang sama persis tulisannya terkadang bisa berbeda bacaannya karena bentuk katanya juga berbeda. Perbedaan bentuk kata dapat diketahui melalui konteks kalimat, misalnya kata yang terletak sesudah harf jar adalah isim, begitu pula kata yang strukturnya menjadi mudlaf ilaih. Hal ini perlu dicermati sebab tidak sedikit kata dalam bahasa Arab yang antara bentuk madli dan mashdarnya sama tulisannya, hanya beda harakatnya saja, seperti kata ضرب، ترك، سبق، طلب dan sebagainya.
Kata سبق طلب adalah idlafah yang terdiri dari kata سبق sebagai mudlaf dan طلب sebagai mudlaf ilaih. Arti ungkapan من غير سبق طلب secara harfiah adalah “ dari tanpa pendahuluan pencarian “, tetapi yang dimaksud adalah “tanpa pencarian terlebih dahulu”. Kata نوعا dalam ungkapan ثلاثة عشر نوعا adalah tamyiz. Dan harus dibaca nashab., dalam hal ini huruf yang terakhir dibaca fathah. Jadi arti kalimat di atas secara keseluruhan adalah
Adapun tashdiq yang diketahui sejak pertama adalah seperti menentukan bahwa dua itu lebih banyak daripada satu, dan bahwa hal-hal yang menyamai sesuatu yang satu adalah sama (antara yang satu dengan yang lain), ditambah lagi hal-hal yang dapat diindera, hal-hal yang dapat diterima (secara logika) dan sejumlah pengetahuan yang tercakup dalam diri manusia, tanpa pencarian dan perenungan terlebih dahulu, yang tercakup dalam 13 macam..
Analisis Struktur Kalimat :
عبد الله ابن المقفع . كليلة ودمنة . بيروت: دار الفكر العربي لطبعة الأولى ، 1990 ، ص48-49
يجب على العاقل أن يصدق بالقضاء والقدر، ويعلم أن ما كتب سوف يكون، وأن من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم. ويأخذ بالحزم ويحب للناس ما يحب لنفسه، ولا يلتمس صلاح نفسه بفساد غيره، فإنه من فعل ذلك كان خليقا أن يصيبه ما أصاب التاجر من رفيقه ، فإنه يقال:
إنه كان رجل تاجر، وكان له شريك، فاستأجرا حانوتا ، وجعلا متاعهما فيه. وكان أحدهما قريب المنزل من الحانوت، فأضمر في نفسه أن يسرق ِعدلا من أعدال (أكياس كبيرة) رفيقه ومكر الحيلة في ذلك، وقال : إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي ولا أعرفها، فيذهب عنائي وتعبي باطلا. فأخذ رداءه وألقاه على العدل الذي أضمر أخذه، ثم انصرف إلى منزله، وجاء رفيقه بعد ذلك ليصلح أعداله، فوجد رداء شريكه على بعض أعداله، فقال: والله هذا رداء صاحبي، ولا أحسبه إلا قد نسيه. وما الرأي أن أدعه هاهنا، ولكن أجعله على رزمه، فلعله يسبقني إلى الحانوت فيجده حيث يحب. ثم أخذ الرداء فألقاه على عدل من أعدال رفيقه، وأقفل الحانوت ومضى إلى منزله.
فلما جاء الليل أتى رفيقه ومعه رجل وقد واطأه (وافقه) على ما عزم عليه، وضمن له جُعْلا (أجرا) على حمله فصار إلى الحانوت، فالتمس الرداء في الظلمة فوجده على العِدل، فاحتمل ذلك العدلَ، وأخرجه هو والرجل وجعلا يتراوحان (يتناوبان) على حَمْله، حتى أتى منزله، ورمى نفسه تعبا.
فلما أصبح افتقده فإذا هو بعض أعداله، فندم أشد الندامة ثم انطلق نحو الحانوت ، فوجد شريكه قد سبقه إليه ففتح الحانوت، ووجد العدل مفقودا: فاغتمّ لذلك غما شديدا، وقال: واسوأتاه من رفيق صالح قد ائتمنني على ماله وخلفني فيه ! ما ذا يكون حالي عنده؟ ولست أشك في تهمته إياي ، ولكن قد وطّنت (هيّأت ظ صمّمت) نفسي على غرامته. ثم أتى صاحبه فوجده مغتم، فسأله عن حاله، فقال: إني قد افتقدت الأعدال، وفقدت عدلا من أعدالك، ولا أعلم سببه، وإني لا أشك في تهمتك إياي، وإني وطّنت نفسي على غرامته ، فقال له : يا أخي لا تغتم: فإن الخيانة شر ما عمله الإنسان، والمكر والخديعة لا يؤديان إلى خير، وصاحبهما مغرور أبدا ، وما عاد وبال البغي (الظلم) إلا على صاحبه، وأنا أحد من مكر وخدع واحتال. فقال له صاحبه : وكيف كان ذلك؟ فأخبره بخبره، وقص عليه قصته فقال له رفيقه : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر. فقال له: وكيف كان ذلك؟

c.Fi’il, Fa’il, l dan Maf’ul bih, dan ‘Ataf
يجب على العاقل أن يصدق بالقضاء والقدر، ويعلم أن ما كتب سوف يكون، وأن من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم. ويأخذ بالحزم ويحب للناس ما يحب لنفسه، ولا يلتمس صلاح نفسه بفساد غيره، فإنه من فعل ذلك كان خليقا أن يصيبه ما أصاب التاجر من رفيقه ، فإنه يقال:
Setiap kata kerja (fi’il ) pasti mempunyai fa’il (pelaku). Hanya saja dalam bahasa Arab, fa’il masih terbagi lagi :1)dlamir (kata ganti) dan 2) zahir (bukan kata ganti). Kata ganti (dlamir ) juga terbagi lagi menjadi : a) nustatir dan b) bariz. Sedangkan yang zahir juga terbagi lagi menjadi : a)sharih dan b)mu’awwal. Contoh Fa’il dlamir mustatir seperti pada kata yang digaris bawah berikut ini:
من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم
Dalam kata kerja yang digaris bawah di atas terkandung fa’il isim dlamir mustatir (kata ganti yang tidak tampak) yakni هو . Sedangkan fa’il sharih seperti kata طالب pada kalimat جاء الطالب sedangkan fail yang mu’awwal kata yang digaris bawah berikut ini:
يجب على العاقل أن يصدق بالقضاء والقدر ويعلم أن ما كتب سوف يكون
Kata yang digaris bawah di atas adalah fa’il muawwal, termasuk kata يعلم , sebab asalnya أن يعلم ataf kepada kata أن يصدق , jika dirubah bentuk mashdar menjadi:
يجب على العاقل تصديقه بالقضاء والقدر وعلمه أن ما كتب سوف يكون
Kata-kata yang digaris bawah berikut ini adalah maf’ul bih :
وأن من أتى صاحبه بما يكره لنفسه فقد ظلم
Dan bahwa orang yang memperlakukan temannya dengan sesuatu perlakuan yang dirinya tidak suka, sungguh-sungguh telah berbuat zalim.
ويحب للناس ما يحب لنفسه
Hendaknya ia menyukai terhadap orang lain apa yang ia sukai terhadap dirinya
ولا يلتمس صلاح نفسه بفساد غيره
Hendaknya tidak mencari kebaikan dirinya dengan kerusakan orang lain,
من فعل ذلك كان خليقا أن يصيبه ما أصاب التاجر من رفيقه
Orang yang melakukan hal itu bisa mengalami apa yang dialami oleh seorang pedagang karena temannya.
ما أصاب التاجر
Apa yang menimpa atau yang dialami pedagang
Konteks kalimat dan makna kalimat sangat membantu dalam penentuan fa’il (pelaku) atau maf’ul bih (penderita). Dengan kata lain, penentuan fail atau maf’ul sangat berkaitan dengan konteks kalimat dan maknanya.
arti kalimat di atas:
Orang yang berakal haruslah membenarkan qadla dan qadar, tahu bahwa apa yang tertulis akan terjadi dan bahwa orang yang memperlakukan temannya dengan sesuatu perlakuan yang dirinya tidak suka, sungguh-sungguh telah berbuat zalim. Hendaknya ia memegang teguh (hal itu). Hendaknya ia menyukai terhadap orang lain apa yang ia sukai terhadap dirinya. Hendaknya tidak mencari kebaikan dirinya dengan kerusakan orang lain, sebab orang yang melakukan hal itu bisa mengalami apa yang dialami oleh seorang pedagang karena temannya, konon ceriteranya :
d. Kana , Inna, Maf’ul fih dan Hal
إنه كان رجل تاجر، وكان له شريك، فاستأجرا حانوتا ، وجعلا متاعهما فيه. وكان أحدهما قريب المنزل من الحانوت، فأضمر في نفسه أن يسرق ِعدلا من أعدال (أكياس كبيرة) رفيقه ومكر الحيلة في ذلك، وقال : إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي ولا أعرفها، فيذهب عنائي وتعبي باطلا. فأخذ رداءه وألقاه على العدل الذي أضمر أخذه، ثم انصرف إلى منزله.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
1-إنه كان رجل تاجر
2-كان له شريك
3-كان أحدهما قريب المنزل من الحانوت
1.Adalah seorang pedagang
2.Ia mempunyai seorang teman usaha
3.Salah satu dari keduanya rumahnya dekat kios / warung
Kata إنّ terkadang dibaca أن tergantung letaknya. Secara umum, jika kata tersebut terletak pada awal kalimat maka hamzahnya dibaca kasrah, tetapi jika terletak di tengah-tengah kalimat atau terletak sesudah harf jar maka hamzahnya dibaca fathah (أن) . Sebenarnya ada kaidah sendiri menyangkut bacaan hamzah tersebut dalam buku-buku nahwu. Masalah itu tidak dibahas di sini secara khusus, sebab kedua bacaan tersebut sama sekali tidak ada pengaruhnya pada makna. Tetapi kalau harf nunnya tanpa tasydid, yakni إنْ atau أنْ akan ada pengaruh yang cukup besar terhadap makna, sebab kata إنْ bisa bermakna إنّ seperti dalam ayat وإنْ كانت لكبيرة إلا على الخاشعين (dan sesungguhnya salat itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu). Dalam konteks lain, kata tersebut juga dapat bermakna “apabila”, misalnya dalam kalimat إن تزرني أزرك (Kalau kamu mengunjungi saya, saya akan mengunjungi kamu) atau إن تنجح في الامتحان أعطك هدية (Jika kamu lulus dalam ujian maka kamu akan kuberi hadiah). Dalam konteks yang lain lagi bisa bermakna “meskipun” seperti dalam kalimat: زارني صديقي مرة في الأسبوع وإن كان بيته بعيدا عني (Temanku datang mengunjungiku seminggu sekali meskipun rumahnya jauh dariku).
Sebagaimana كان , kata إن mempunyai isim dan khabar. Keduanya berasal dari mubtada’ dan khabar. Dalam arti bahwa, struktur mubtada’ dan khabar jika ditambah harf إنّ atau أنّ di depan maka yang asalnya mubtada’ akan menjadi isimnya, dan yang asalnya khabar akan menjadi khabarnya. Hal ini berkaitan dengan masalah bacaan, yakni rafa’ dan nasab. Isim كان bacaannya rafa’ , sementara isim إن bacaannya nashab. Sedangkan khabar كان bacaannya nashab , sementara khabar إن bacaannya rafa’. Jadi antara keduanya berbalikan.
Satu hal yang perlu menjadi catatan adalah bahwa Ismi إنّ atau أنّ terkadang berupa kata ganti, tetapi tidak merujuk kepada kata sebelumnya, melainkan ke pernyataan yang ada sesudahnya, misalnya dalam kalimat اعلم أنه لاإله إلا الله , kata ganti yang ada pada kata أنه tidak merujuk kepada kata sebelumnya sebagaimana lazimnya kata ganti, tetapi merujuk kepada pernyataan sesudahnya yaitu لاإله إلا الله . Arti kalimat tersebut menjadi “ Ketahuilah bahwasanya tidak ada tuhan kecuali Allah”. Termasuk dalam contoh ini adalah kalimat :إنه كان رجل تاجر artinya “Bahwasanya konon ada seorang pedagang”.
Kata كان ada dua macam, ada yang tam dan ada yang naqis, bedanya kana tam tidak memiliki khabar, tetapi hanya fa’il saja, seperti pada contoh nomor satu. Sedangkan kana naqis memiliki isim dan khabar yang asalnya struktur mubtada’ dan khabar.. Setelah ada kana , yang asalnya mubtada’ menjadi isim kana dan yang asalnya khabar mmenjadi khabar kana. Jika khabarnya berupa jar majrur atau zaraf sedangkan isimnya nakirah maka letak khabar di awal, dengan kata lain khabar muqaddam, seperti pada contoh nomor dua. Jika khabarnya bukan jar majrur atau zaraf, maka letak khabar tetap di belakang, seperti pada contoh nomor tiga.
Kata كان biasanya menunjukkan peristiwa yang terjadi pada masa lampau, karena itu biasanya kata tersebut dipakai untuk mengungkapkan cerita – cerita tentang masa lampau, seperti kalimat كنت أدرس في القاهرة artinya, Dulu saya belajar di Kairo (sekarang tidak lagi). Tetapi jia dikatakan أدرس في القاهرة maka artinya Saya belajar di Kairo (sekarang ini). Meskipun demikian, bisa juga maknanya tidak menunjuk demikian, seprti ungkapan كان الله غفورا رحيما , Sifat Maha Pengampun dan maha Penyayang Allah bukan hanya dahulu saja, karena itu, maka fungsi كان dalam konteks tersebut adalah sebagai penguat.
1-إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي
2-يذهب عنائي وتعبي باطلا
1.Kalau saya datang di waktu malam, saya tidak merasa yakin(tidak ) membawa salah satu karung saya sendiri. (Orang tersebut ingin mengambil karung temannya tentunya yang berisi sesuatu yang jauh lebih berharga, bukan karungnya sendiri). Bisa juga diterjemahkan menjadi: Kalau saya di waktu malam, saya bisa keliru membawa karung saya sendiri.
2.Kesulitan dan jerih payah saya hilang secara percuma
Kata yang digaris bawah pada contoh nomor satu adalah maf’ul fih sebab kata tersebut menunjukkan keterangan waktu. Sedangkan yang digaris bawah pada cotoh nomor dua adalah hal, sebab kata tersebut menjelaskan keadaan fa’il.
إنه كان رجل تاجر، وكان له شريك، فاستأجرا حانوتا ، وجعلا متاعهما فيه. وكان أحدهما قريب المنزل من الحانوت، فأضمر في نفسه أن يسرق ِعدلا من أعدال (أكياس كبيرة) رفيقه ومكر الحيلة في ذلك، وقال : إن أتيت ليلا لم آمن أن أحمل عدلا من أعدالي أو رزمة من رزمي ولا أعرفها، فيذهب عنائي وتعبي باطلا. فأخذ رداءه وألقاه على العدل الذي أضمر أخذه، ثم انصرف إلى منزله.
Konon ada seorang pedagang,, punya teman usaha. Mereka menyewa sebuah kios dan menaruh barang dagangannya di situ.. Salah satu dari mereka, rumahnya dekat kios tersebut.. Ia menyimpan niat buruk dalam dirinya untuk mencuri salah satu karung milik temannya itu.. Ia pun mengatur siasat untuk maksud tersebut.. Ia berkata (dalam hatinya): “Jika saya datang (ke kios untuk mengambil barang temannya) di waktu malam, saya bisa keliru mengambil karung saya sendiri sementara saya tidak tahu, maka hilang percuma saja kesulitan dan jerih payah saya. Maka ia pun mengambil kainnya dan meletakkan di karung yang sudah direncanakan akan diambilnya, kemudian ia pulang ke rumahnya..
وجاء رفيقه بعد ذلك ليصلح أعداله، فوجد رداء شريكه على بعض أعداله، فقال: والله هذا رداء صاحبي، ولا أحسبه إلا قد نسيه. وما الرأي أن أدعه هاهنا، ولكن أجعله على رزمه، فلعله يسبقني إلى الحانوت فيجده حيث يحب. ثم أخذ الرداء فألقاه على عدل من أعدال رفيقه، وأقفل الحانوت ومضى إلى منزله.
Analisis Bahasa :
وجاء رفيقه بعد ذلك ليصلح أعداله
Sebagaimana terdahulu bahwa kalimat ( jumlah )dalam bahasa Arab ada dua macam, yakni jumalh fi’liyyah dan ismiyyah, kedua-duanya lazim dipakai dalam kehidupan berbahasa. Sementara dalam bahasa Indonesia, meskipun ada kalimat verbal (fi’liyyah ) dan nominal ( ismiyyah ) tetapi yang terakhir ini lebih lazim digunakan.
Kata رفيقه adalah fa’il, sedangkan أعداله maf’ul bih .Atinya menjadi “Temannya datang setelah itu, untuk untuk memperbaiki karung-karungnya”.
فوجد رداء شريكه على بعض أعداله
Kata رداء شريكه adalah tarkib idlafi yang menjadi maf’ul bih. Sedangkan fa’ilnya adalah dlamir mustatir pada kata kerja وجد . Artinya menjadi “Maka ia mendapatkan kain temannya pada sebagian karung-karungnya
فلعله يسبقني إلى الحانوت
Kata لعل adalah termasuk kelompok إن mempunyai isim dan khabar . Isimnya adalah kata ganti ketiga mufrad, sedangkan khabarnya berupa jumlah yaitu يسبقني إلى الحانوت artinya menjadi “Barangkali ia mendahuluiku ke kios” maksudnya “ Barangkali dia lebih dulu pergi ke kios daripada saya”.
أخذ الرداء فألقاه على عدل من أعدال رفيقه، وأقفل الحانوت ومضى إلى منزله.
Kata-kata yang digaris bawah di atas semuanya maf’ul bih. Artinya kalimat “Ia mengambil kain, lantas menaruhnya pada salah satu karung di antara beberapa karung temannya, mengunci (pintu ) kios dan lantas pulang ke rumahnya.”.
Jadi arti kalimat tersebut di atas adalah:
Temannya datang setelah itu, untuk untuk memperbaiki karung-karungnya. Tiba-tiba ia mendapatkan kain temannya pada sebagian karung-karungnya. Lantas ia berkata: “Demi Allah , ini kain sahabat saya. pasti dia lupa. Sebaiknya tidak saya tinggalkan di sini, tapi biarlah saya ikatkan saja di karungnya, barangkali dia lebih dulu datang ke kios , dia tentu akan suka menemukannya. Ia mengambil kain, lantas menaruhnya pada salah satu karung di antara beberapa karung temannya, mengunci (pintu ) kios dan lantas pulang ke rumahnya.
فلما جاء الليل أتى رفيقه ومعه رجل وقد واطأه (وافقه) على ما عزم عليه، وضمن له جُعْلا (أجرا) على حمله فصار إلى الحانوت، فالتمس الرداء في الظلمة فوجده على العِدل، فاحتمل ذلك العدلَ، وأخرجه هو والرجل وجعلا يتراوحان (يتناوبان) على حَمْله، حتى أتى منزله، ورمى نفسه تعبا.
Analisis Kalimat :
Kata الليل dan رفيقه adalah fa’il. Kalimat (jumlah ) ومعه رجل وقد واطأه على ما عزم عليه adalah hal, sebab kalimat tersebut menjelaskan keadaan fa’il yang ma’rifat (kata yang definit). Jika yang dijelaskan berupa kata nakirah (infinit), kalimat tersebut akan menjadi sifay (na’at). Kata جُعْلا , الرداء , ذلك العدل , منزله dan نفسه adalah maf’ul bih. Sementara kata جعلا pada kalimat وجعلا يتراوحان على حمله termasuk أفعال الشروع yakni kata kerja yang mempunyai arti “memulai” (seringkali bisa juga diterjemahkan dengan “lantas”). Kemudian kata تعبا adalah maf’ul li ajlih , sebab menjelaskan alasan atau sebab dari suatu perbuatan, yaitu “merebahkan dirinya” (رمي نفسه ) . Arti keseluruuhan kalimat menjadi :
Ketika malam telah tiba, datanglah temannya itu bersama seseorang yang telah menyetujui untuk melakukan apa yang dimaksudkannya, ia menjanjikan upah kepadanya untuk membawa apa yang dimaksudkannya. Maka pergilah ia ke kios, lantas ia mencari kain dalam kegelapan. Ia dapatkan pada karung tertentu, ia angkat karung itu dan bersama orang laki-laki tersebut ia mengeluarkannya. Lantas mereka berdua saling bergantian membawa karung tersebut sampai di rumahnya Begitu sampai langsung ia merebahkan dirinya karena kapayahan.
فلما أصبح افتقده فإذا هو بعض أعداله، فندم أشد الندامة ثم انطلق نحو الحانوت ، فوجد شريكه قد سبقه إليه ففتح الحانوت، ووجد العدل مفقودا: فاغتمّ لذلك غما شديدا، وقال: واسوأتاه من رفيق صالح قد ائتمنني على ماله وخلفني فيه ! ما ذا يكون حالي عنده ؟ ولست أشك في تهمته إياي ، ولكن قد وطّنت (هيّأت ظ صمّمت) نفسي على غرامته. ثم أتى صاحبه فوجده مغتما، فسأله عن حاله، فقال: إني قد افتقدت الأعدال، وفقدت عدلا من أعدالك، ولا أعلم سببه، وإني لا أشك في تهمتك إياي، وإني وطّنت نفسي على غرامته ، فقال له : يا أخي لا تغتم: فإن الخيانة شر ما عمله الإنسان، والمكر والخديعة لا يؤديان إلى خير، وصاحبهما مغرور أبدا ، وما عاد وبال البغي (الظلم) إلا على صاحبه، وأنا أحد من مكر وخدع واحتال. فقال له صاحبه : وكيف كان ذلك؟ فأخبره بخبره، وقص عليه قصته فقال له رفيقه : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر. فقال له: وكيف كان ذلك؟
Analisis Teks :
Kata إذا pada kata yang digarisbawah berikut adalah fujaiyyah , dapat bermakna “ternyata” فلما أصبح افتقده فإذا هو بعض أعداله Artinya: Ketika datang waktu pagi ia mengeceknya, ternyata karung yang dibawanya itu salah satu di antara karung sendiri.
Kata yang digaris bawah berikut ini adalah maf’ul mutlaq . Cirinya, bentuk mashdar (ندامة ) dari kata yang sama dengan kata kerjanya , yakni ندم dan berfungsi mengokohkan makna (ta’kid) suatu perbuatan (ta’kid al-fi’li ).
فندم أشد الندامة ثم انطلق نحو الحانوت
Artinya : Maka ia pun sangat menyesal, keemudian pergi ke kios.
Dua fungsi lain dari maf’ul mutlaq adalah : 1)menjelaskan jumlah perbuatan ( bayan ‘adad al-fi’ly ) dan 2) menjelaskan macam perbuatan (bayan nau al-fi’li a)
Kata yang digaris bawah berikut ini semuanya maf’ul bih
فوجد شريكه قد سبقه إليه ففتح الحانوت، ووجد العدل مفقودا
Sedangkan kata مفقودا adalah hal, karena menjelaskan keadaan maf’ul bih yang ma’rifat.
Artinya : Ia mendapatkan temannya usahanya lebih dulu pergi ke kios, membuka kios dan mendapatkan karungnya hilang (maksudnya : menyadari atau tahu karungnya hilang)
Kata yang digaris bawah berikut ini adalah maf’ul mutlaq
: فاغتمّ لذلك غما شديدا
Artinya : Karena itu maka ia susah sekali
لست أشك في تهمته إياي
Kata تهمته adalah termasuk idlafat al-mashdar ila fa’ilihi artinya bahwa yang menjadi mudlaf ilaih di sini adalah fa’ilnya. Sedang kata إياي adalah maf’ul bih. Arti kalimat tersebut “Saya tidak ragu tentang tuduhan dia kepada saya ” maksudnya “ Saya yakin dia menuduh saya”
أتى صاحبه فوجده مغتما
Penentuan fa’il dan maf’ul dalam suatu kalimat tidak dapat dilepaskan dari konteks kalimat Sebab seringkali sesuatu kata mempunyai kemungkinan dari satu jabatan kata (tarkib). Dalam hal ini pemahaman tehadap konteks yang lebih luas sangat ditekankan untuk dapat menentukan tarkib yang tepat.
Sedangkan kata صاحبه adalah fa’il, kata yang digaris bawah adalah maf’ul bih, dan kata مغتما adalah hal, sebab kata itu menjelaskan keadaan kata ganti ketiga dalam kalimat tersebut. Artinya “ Sahabatnya datang, ia menpatkannya dalam keadaan bersedih”.
إني قد افتقدت الأعدال، وفقدت عدلا من أعدالك
Struktur kalimat yang digaris bawah adalah fi’il + fa’il (berupa dlamir )+ maf’ul bih, artinya “Sungguh saya telah mengecek karung-karung dan saya kehilangan salah satu di antara karung-karungmu”.
1-لا أعلم سببه
2-إني لا أشك في تهمتك إياي
3-إني وطّنت نفسي على غرامته
Kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul bih,, karena itu maka bacaannya nashab. Hanya saja, untuk contoh nomor dua dan tiga anda nashabnya tidak tampak, sebab kata إياي adalah kata ganti (dlamir) bersifat tetap (mabni), sementara kata نفسي karena mudlaf kepada ya mutakallim sehingga huruf akhirnya dikasrah. Untuk kata تهمتك إياي strukturnya sama dengan yang di atas, yakni idlaf al-mashdar ila fa’ilihi. Artinya menjadi “tuduhanmu kepada saya”.
Adapun arti masing-masing kalimat di atas secara urut sebagai berikut:
1. Saya tidak tahu sebabnya
2. Saya tidak ragu akan tuduhanmu kepada saya. Maksudnya : Saya yakin kamu menuduh saya
3. Saya menyiapkan diri saya untuk menggantinya. Maksudnya: Saya bersedia untuk menggantinya.:
Jadi arti keseluruhannya adalah:
Ketika hari sudah pagi , ia mengeceknya, ternyata karung itu salah satu karungnya. Maka ia pun amat menyesal, kemudian ia pergi ke toko.. Tapi ternyata teman usahanya itu sudah lebih dulu ke tokonya dan membukanya. Setelah tahu bahwa karungnya hilang, ia sangat sedih karena itu, seraya berkata: “ Betapa malangnya saya, menghadapi orang baik yang telah memberi kepercayaan atas hartanya dan urusannya kepada saya. Bagaimana saya harus menghadapinya? Saya yakin dia menududh saya. Tetapi saya sudah siap untuk menggantinya..Kemudian datanglah temannya (yang telah mengambil karung sebelumnya) mendapatkannya bersedih. Maka temannya itu menanyakan tentang keadaannya. Lantas ia pun mengatakan : “ Saya telah mengecek karung-karung itu, dan saya kehlangan salah satu di antara kaung-karungmu. Saya tidak tahu sebabnya. Tentu kamu menuduh saya. Saya (bagaimanapun juga ) harus siap untuk menggantinya..”

فقال له : يا أخي لا تغتم: فإن الخيانة شر ما عمله الإنسان، والمكر والخديعة لا يؤديان إلى خير، وصاحبهما مغرور أبدا ، وما عاد وبال البغي (الظلم) إلا على صاحبه، وأنا أحد من مكر وخدع واحتال. فقال له صاحبه : وكيف كان ذلك؟ فأخبره بخبره، وقص عليه قصته فقال له رفيقه : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر. وكيف كان ذلك؟
Analisis Kalimat:
Kata إن الخيانة شر ما عمله الإنسان terdiri dari isim inna (الخيانة ) dan khabarnya (شر ما عمله الإنسان ). Kata شر ما adalah tarkib idlafi , yang mudlaf ilaihnya berupa isim maushul yaitu ما . Setiap maushul pasti mempunyai shilat al-maushul, berupa jumlah atau syibh al-jumlah,. dalam contoh di atas adalah jumlah عمله الإنسان yang terdiri dari fi’il – maf’ul bih berupa dlamir (kata ganti) – fa’il. Dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat yang polanya seperti ini sering diartikan dengan bentuk pasif. Ungkapan “apa yang melakukannya manusia” sebagai terjemahan harfiah dari jumlah tersebut terasa amat janggal dalam bahasa Indonesia. Maka, untuk gagasan yang sama, dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan cara “ apa yang dilakukan oleh manusia”. Jadi arti kalimat di atas adalah Sesungguhnya khianat itu adalah sesuatu (perbuatan) paling jelek yang dilakukan oleh manusia”.
Kalimat ما عاد وبال البغي إلا على صاحبه adalah struktur istitsna, dengan menggunakan نفي dan إلا . Struktur semacam ini menimbulkan arti hashr (pembatasan). Dalam bahasa Indonesia kadang-kadang diartikan dengan tambahan kata “hanya”. Jadi arti kalimat di atas adalah “Akibat kezaliman itu hanya akan kembali kepada yang melakukannya”. Contoh lain, misalnya, kalimat : ما اشتريت إلا ثلاثة كتب artinya “Saya hanya membeli tiga buku”. Tetapi, arti semacam ini bukan kepastian, sebab konteks kalimat harus selalu menjadi pertimbangan, misalnya pada struktur istitsna kedua di atas : ما مثلك إلا مثل اللص والتاجر , atruktur kalimat ini juga istitsna tetapi tampaknya leih cocok diartikan : “Perumpamaanmu tidak lain seperti perumpamaan Pencuri dan Pedagang.” (Ada kisahnya tersendiri).
Jadi arti kalimat di atas adalah :
Maka temannya itu berkata kepadanya: “Wahai saudaraku jangan bersedih, sebab sesungguhnya khianat itu merupakan perbuatan terburuk yang dilakukan oleh manusia, dan bahwa tipu daya dan kelicikan itu tidak membawa kepada kebaikan, bahwa pelakunya selamanya tertipu dan bahwa akibat dari perbuatan aniaya itu hanyalah akan kembali kepada pelakunya. Saya adalah salah satu dari orang-orang yang berbuat tipu muslihat, licik dan curang. Lantas temannya bertanya kepadanya: “Bagaimana kok seperti itu?” Ia pun memberitahu peristiwanya dan menceriterakan kisahnya. Lalu temannya mengatakan kepadanya : Perumpamaanmu tidak lain seperti perumpamaan (antara) pencuri dan pedagang..Bagaimana perumpamaan itu? (Seperti dalam cerita berikut ini)
مثل اللص والتاجر
قال : زعموا أن تاجرا له في منزله خابيتان إحداهما مملوءة حنطة، والأخرى ذهبا. فترقبه بعض اللصوص زمانا، حتى إذا كان بعض الأيام تشاغل التاجر عن المنزل، فتغفله (ترقب غفلته) اللص، ودخل المنزل، وكمن في بعض نواحيه. فلما هم بأخذ الخابية التي فيها الدنانير أخذ التي فيها الحنطة، وظنها التي فيها الذهب، ولم يزل في كد وتعب، حتى أتى بها منزله. فلما فتحها وعلم ما فيها ندم.
قال له الخائن : ما أبعدت المثل، ولا تجاوزت القياس ، وقد اعترفت بذنبي وخطأي عليك، وعزيز عليّ أن يكون هذا كهذا. غير أن النفس الرديئة تأمر بالفحشاء. فقبل الرجل معذرته.

Analisis bahasa:
أن تاجرا له في منزله خابيتان
Kata yang digaris bawah adalah khabar inna , yang berupa jumlah terdiri dari khabar muqaddam dan mubtada’ muakhkhar. Artinya “Bahwa seorang pedagang dia punya dua kantong di rumahnya”.
إحداهما مملوءة حنطة، والأخرى ذهبا
Kata yang digaris bawah di atas adalah tamyiz. Berbeda dengan hal , tamyiz menjelaskan sesuatu hal yang belum jelas berkaitan dengan benda, bukan keadaan, sebagaimana hal. Persamaannya, keduanya menjelaskan sesuatu yang belum jelas. Arti kalimat tersebut : Salah satunya penuh dengan gandum, yang lainnya (penuh dengan) emas”.
فترقبه بعض اللصوص زمانا
Kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul fih atau zaraf, dalam hal ini zaraf zaman sebab memberi keterangan waktu. Jika memberi keterangan tempat, disebut zaraf makan. Arti kalimat tersebut: “Maka sebagian pencuri telah mengintainya beberapa lama”.
حتى إذا كان بعض الأيام تشاغل التاجر عن المنزل
Kata كان pada kalimat di atas tidak memiliki khabar, sebab merupakan كان تام . Artinya: “Sampai suatu saat pada suatu hari pedagang itu punya kesibukan jauh dari rumah.”.
فتغفله (ترقب غفلته) اللص، ودخل المنزل، وكمن في بعض نواحيه.
Kata تغفّل mengikuti wazan تفعّل berasal dari غفل artinya “mencari-cari kelalaian”. Kata المنزل adalah maf’ul bih. Arti kalimat di atas menjadi : Maka pencuri tersebut mencari-cari kelengahan si pedagang, ia masuk rumah dan bersembunyi di salah satu sudutnya”.
فلما همّ بأخذ الخابية التي فيها الدنانير أخذ التي فيها الحنطة
Kata همّ ب artinya bermaksud. Kata أخذ الخابية adalah idlafat al-mashdar ila maf’ulihi Kata أخذ di sini bukan kata kerja ( fi’il) melainkan mashdar (termasuk isim ), sebab terletak sesudah harf jar ب . Sementara kata yang di garis bawah di atas adalah maf’ul bih , berupa isim maushul. Adapun shilath al-maushulnya adalah jumlah yang terletak sesudahnya, yakni فيها الحنطة , maka artinya menjadi:”Ketika dia bermaksud mengambil kantong yang berisi uang dinar, (ternyata) dia mengambil tong yang berisi gandum”.
ظنها التي فيها الذهب
Kata ganti ها adalah maf’ul pertama , sedangkan kata التي adalah maf’ul kedua. Artinya” Ia menyangkanya kantong yang berisi emas.”
لم يزل في كد وتعب، حتى أتى بها منزله
Kata في كد وتعب adalah kabar dari لم يزل (termasuk kelompok إن ) , kata أتى ب artinya “datang dengan atau membawa” sedangkan kata منزله adalah maf’ul bih . Artinya menjadi: “Terus bersusah payah sampai ia membawanya ke rumahnya”
فلما فتحها وعلم ما فيها ندم.
Kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul bih berupa isim maushul. Adapun shilat al-maushulnya adalah syibh jumlah yakni فيها . Artinya menjadi : Ketika ia membuka kantong itu dan tahu apa yang ada di dalamnya, ia menyesal.
قال له الخائن
Kata yang digaris bawah di atas adalah fa’il, jadi arti kalimat tersebut “Orang yang berkhianat itu mengatakan kepadanya”
ما أبعدت المثل، ولا تجاوزت القياس
Kata ما dalam konteks di atas adalah untuk arti nafi, sedangkan kata yang digaris bawah di atas adalah maf’ul bih . Meskipun kalimat tersebut merupakan kalimat berita (jumlah khabariyyah ) tetapi dari konteknya bisa dimaknai sebagai jumlah insyaiyyah. Arti harfiahnya : Engkau tidak menjauhkan perumpamaan dan tidak melebihi analogi” maksudnya “Jangan terlalu jauh membuat perumpamaan dan jangan kelewatan membuat analogi”.
وقد اعترفت بذنبي وخطأي عليك
Harf wawu yang ada pada awal kalimat merupakan wawu haliyyah , sebab kalimat tersebut menjelaskan keadaan fa’il pada kalimat sebelumnya. Harf tersebut sering diartikan “padahal”. Kata اعترف ب artinya “mengakui” , maka kata ذنبي merupakan maf’ul bih , sementara kata خطأي juga ‘athaf kepada kata tersebut. Jadi artinya menjadi “ Padahal aku sudah mengakui dosa dan kesalahan ku padamu” .
عزيز عليّ أن يكون هذا كهذا
Kata أن يكون adalah fa’il mu’awwal dari kata عزيز . Kata ini adalah sifah musyabbahah berwazan فعيل . Sebagaimana fi’il , sifah musyabbahah juga mempunyai fa’il Sedangkan kata كهذا adalah khabar dari يكون . Artinya menjadi: “ Saya merasa berat hati, kalau ini seperti ini”, maksudnya : “Amit-amit kalau perbuatan saya ini disamakan dengan itu.”.
غير أن النفس الرديئة تأمر بالفحشاء
Kata النفس الرديئة adalah tarkib idlafi. Kata رديئة adalah bentuk sifah musyabbahah . Artinya menjadi : “Hanya saja jiwa yang rendah itu menyuruh perbuatan yang keji.”
فقبل الرجل معذرته
Kata yang digarisbawah di atas adalah maf’ul bih. Artinya “Maka orang itu menerima permintaan maafnya”.
Arti teks di atas:
Perumpamaan pencuri dan pedagang
Ia berkata : Konon ada seorang pedagang yang mempunyai dua kantong di rumahnya . Salah satunya penuh dengan gandum, yang lain penuh dengan emas. Beberapa pencuri mengintainya beberapa lama, Sampai pada suatu saat pada suatu hari pedagang itu punya kesibukan jauh dari rumah. Maka pencuri tersebut mencari-cari kelengahan si pedagang, ia masuk rumah dan bersembunyi di salah satu sudutnya. Ketika dia bermaksud mengambil kantong yang berisi uang dinar, (ternyata) dia mengambil kantong yang berisi gandum. Ia menyangkanya kantong yang berisi emas, dengan bersusah payah ia bawa sampai ke rumahnya. Maka ketika ia buka dan tahu apa yang ada di dalamnya barulah menyesal. Orang yang berkhianat itu berkata kepadanya: “Jangan terlalu jauh membuat perumpamaan dan jangan kelewatan membuat analogi, padahal aku sudah mengakui dosa dan kesalahanku padamu. Amit-amit kalau perbuatan saya ini disamakan dengan itu, hanya saja jiwa yang rendah itu menyuruh perbuatan yang keji.” Maka orang itu menerima permintaan maafnya.

mengutip dari http://sukamta.wordpress.com/2010/05/16/bahasa-arab-struktur-kalimat/

Rangkuman Ilmu Tarjamah

Terjemah adalah suatu upaya mengalihkan makna teks (wacana) dari bahasa sumber (lughah al-ashl) ke bahasa sasaran (al-lughah al-mustahdafah). Atau mengalihbahasakan dari bahasa asal  (source language, al-lughah al-mutarjam minha) ke bahasa sasaran (target language, al-lughah al-mutarjam ilaiha). Menurut sebagian pakar bahasa, terjemah juga dapat berarti suatu usaha memindahkan pesan dari teks berbahasa Arab (teks sumber) dengan padanannya ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran).

Sebenarnya banyak sekali definisi terjemah yang dikemukakan oleh para ahli, namun agar lebih mudah digunakan maka setelah mempertimbangkan prinsip akomodatif operasional, dapat didefinisikan sebagai berikut: Seni mengganti bahasa ucapan atau tulisan dari bahasa sumber ke dalam bahasa yang dituju. Terjemah dapat dikatakan seni, dikarenakan adanya hubungan yang sangat erat antara language taste (al-zauq al-lughawi) penulis dengan languange taste penerjemah. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa terjemah adalah busana pemikiran seseorang. Apabila busana itu baik dan dipakai sesuai dengan suasana dan keadaan, maka akan terlihat indah dan menarik. Yang paling mendasar dalam terjemah adalah kemampuan berpikir dan memindahkan hasil pemikiran ke dalam ungkapan yang baik.

ASAS TERJEMAH

Jika dalam insya’ (mengarang) terdapat dua pilar; ta’bir (ekspresi) penulis dan tafkir (upaya berpikir secara kreatif dan kritis), maka dalam terjemah juga terdapat dua unsure mendasar yakni memahami dan menyusun ide-ide sehingga mengerti maksud pengarang. Intinya, bukan hanya mengalihbahasakan semata, namun kemampuan dan ketrampilan mengikat makna, sehingga merupakan kemenyeluruhan dan keutuhan ide penulis.

Di sinilah, penerjemah perlu lebih jeli menangkap pemikiran  dan maksud-maksud dari penulis. Dibandingkan dengan mengarang (insya’), maka proses penerjemahan sebenarnya lebih sulit dan memerlukan usaha lebih teliti dari penulis itu sendiri. Hal itu dikarenakan penerjemah terbatas pada upaya memahami pemikiran penulis, sedangkan penulis lebih bebas mengemas, memilih dan mengekspresikan pikirannya ke dalam tulisan baik dari diksi kata maupun struktur kalimat (uslub)nya.

Berdasar pada kondisi di atas, maka penerjemahan selalu rawan terjadi kesalahan, terlebih lebih, jika penerjemah kurang memahami alur pikir penulis, dan tidak membekali diri dengan ilmu bantu yang mencukupi, serta tidak memahami disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan.

KATEGORI TERJEMAH

Pada umumnya, dilihat dari metode yang digunakan dan hasil yang diperoleh, karya terjemahan oleh sebagian pihak dikelompokkan pada dua ketegori yang saling berlawanan, yakni terjemah harfiyah (literer) dan terjemah bi al-tasharruf (bebas). Dapat kita lihat pengertian masing-masing dalam penjelasan berikut ini:

Terjemah Harfiyah. Kategori ini meliputi terjemahan yang sangat setia dan taat asas terhadap teks sumber. Kesetiaan biasanya digambarkan dengan ketaatasasan penerjemahan terhadap aspek tata bahasa teks sumber, seperti urutan-urutan bahasa, bentuk frase, bentuk kalimat dan sebagainya.  Akibat yang sering muncul dari terjemahan model ini adalah, hasil terjemahannya menjadi kaku, rigit dan saklek karena penerjemah memaksakan aturan-aturan tata bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Padahal keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Hasilnya, dapat dengan mudah dikatakan, yakni bahasa Indonesia yang bergramatika bahasa Arab, sehingga sangat aneh dan kurang luwes bahasanya.

Terjemah Bi al-Tasharruf/Tafsiriyah. Kategori ini menunjuk kepada terjemahan yang kurang mempedulikan aturan tata bahasa dari bahasa sumber. Orientasi dan sasaran yang ditonjolkan adalah pemindahan makna.

Adanya perbedaan dua kategori ini hanya ada pada tataran teoritis konseptual. Pada kenyataannya, hampir tidak ditemui satu pun terjemahan yang benar-benar murni harfiyah atau tafsiriyah. Penerjemah yang kaku dan saklek sekali pun, tentu akan memperhitungkan hasil terjemahannya agar tetap bernas dan lugas dibaca oleh penutur bahasa sasaran. Demikian pula sebaliknya, penerjemah bebas juga akan mempertimbangkan terjemahannya pada kaidah dan aturan-aturan kebahasaan teks sumber.

Singkat kata, dua kategori tersebut belum cukup memadai untuk memotret dunia nyata dari hasil terjemahan. Yang ada dalam kenyataan adalah, terjemahan selalu mengambil jalan tengah, di atara dua titik ekstrim tersebut. Wajar bila kemudian muncul dua istilah lain, yakni terjemah semi harfiyah dan terjemah semi tafsiriyah (syibh al-harfiyah wa syibh al-tafsiriyah). Penerjemahan semi harfiyah, berarti ada kecenderungan literer, lebih mungkin terjadi pada terjemahan di antara dua bahasa yang memiliki kekerabatan yang sangat dekat. Sedangkan penerjemahan semi tafsiriyah, atau cenderung bebas, biasanya dianut pada penerjemahan di atara dua bahasa yang memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Masih dari aspek metode, jika dilihat dari intensitas penerjemah, maka terjemah sering dikelompokkan dalam kategori lain, yakni kategori ‘terjemah langsung’ (al-tarjamah al-fauriyah) dan ‘terjemah tidak langsung (al-tarjamah al-tahdhiriyah).

Terjemah langsung (fauriyah). Yang biasa diandalkan dari makna terjemah ini adalah terjemahan yang dilakukan secara langsung atau tanpa suatu persiapan, seperti interpreter yang menerjemahkan atau meringkas pidato, diskusi atau seminar. Jika demikian, yang lebih tepat adalah merupakan jenis terjemahan yang dihadirkan langsung begitu teks sumber selesai diucapkan atau dituliskan.

Terjemah Tidak Langsung (al-tarjamah al-tahdhiriyah). Model ini sering disebut dengan terjemah biasa atau tidak langsung. Artinya penerjemahan yang dilakukan dengan persiapan terlebih dahulu. Begitu teks sumber dihadirkan tidak langsung diterjemahkan. Terjemahan model ini biasanya yang paling banyak dilakukan untuk menerjemahkan naskah-naskah tulisan, terutama buku.

J. Vinay dan A. Darbelient menjelaskan bahwa dalam penerjemahan tentu akan melalui tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Ada enam tahapan kunci bagi terjemahan, yaitu, peniruan (iqtibas), simbolisasi (isti’arah), harfiyah, Idkhal, mu’adalah dan taqrib/ta’rib.

Iqtibas adalah menerjemahkan kata dalam kalimat suatu bahasa kepada kata aslinya seperti:

a. pesta rakyat              al-mahrajanat al-sya’biyyah

b. doktor                       al-duktur

c. strategi                      istiratijiyyah

Isti’arah, meru[akan terjemah literal tekstual untuk mengungkapkan ungkapan yang tidak ada pada bahasa asal/sumber. Biasanya, isti’arah ini berbentuk perumpamaan simbolik, seperti;  First Lady                        al-sayyidah al-ula

Harfiyah, adalah terjemahan literal tekstual, mengikuti kata demi kata dalam bahasa sumber. Penerjemah terlalu terikat dengan bahasa sumber. Ini merupakan terjemah yang kaku karena penerjemah mengesampingkan unsur elastisitas dan rasa bahasa untuk memperoleh terjemah yang baik. Contoh:

Idkhal, mengadakan ungkapan-ungkapan yang sebanding dengan bahasa sasaran dengan ungkapan dalam bahasa asal, contoh:

Musyawarah                  al-musyawarah

Mu’adalah, merupakan ungkapan tentang satu kata dengan pelbagai ungkapan yang berbeda-beda seperti ungkapan perumpamaan dan kiasan, seperti:

Patah hati, patah arang

Bagaikan tikus dan kucing

Taqrib dan Ta’rib. Merupakan pola penerjemahan yang digunakan jika tidak ada padanan lain selain bahasa asal, biasanya kata yang berasal dari bahasa non Arab yang diarabkan (al-ta’rib). Seperti:

Musik                           al-musiqa

Hamburger                    hamburghiyyah

UNSUR POKOK TERJEMAH

Dalam proses penerjemahan, seorang penerjemah perlu memperhatikan beberapa unsur pokok dalam menerjemahkan yaitu:

I. ASPEK BAHASA

  1. Penguasaan kamus bahasa, kemampuan memilah dan memilih diksi bahasa baik dari arti kosa kata maupun struktur kalimat. Yang tidak kalah pentingnya adalah memahami arti kata baik secara leksikal, tekstual dan konotatif/denotatif.
  2. Sorof. Kemampuan memahami ilmu sprof dan perubahan tasrif serta memahjami fungsi penambahan hurud baik untuk transitif (ta’diyah) menerima akibat (mutawa’ah) maupun saling berbalasan (musyarakah). Di samping iru ketrampilan penerjemah dalam dua macam tasrif (lughawi dan isthilahi). Trampil salam dua macam tasrif itu sangat strategis dalam terjemah. Hal itu bagaikan hafal perkalian dasar dalam ilmu berhitung/matematika. Sorof sangat vital dlam proses penerjemahan. Sebab jika salah akibatnya akan sangat fatal. Bandingkan: jalasa dengan ajlasa. Fataha dengan infataha, asyara dengan istasyara. Dan seterusnya.
  3. Nahwu. Aspek yang tidak mungkin ditinggalkan oleh penerjemah asalah nahwu. Dalam konteks terjemah, kemampuan nahwu di sini bukan hanya sekadar teoritis tapi kompetensi praktis empiris. Penerjemah harus memapu membedakan perbedaan I’rab secara konkrit akurat, apakah itu fa;il, maf;ul, ma;lum majhul, mudhaf, atau man’ut, bentuk kalimat ta’ajjub atau istifham dan seterusnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Abdul Qahir alJurjani: semua kata itu tertutup oleh artinya sendiri, sehingga pemahaman I’rablah yang membukakannya. Sorof memproduksi kata-kata untuk direkayasa oleh nahwu sehingga menghasilkan makna yang indah.
  4. Balaghah. Dalam terjemah, balaghah merupakan aspek penting yang tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan alat untuk mengenali rasa bahasa dengan sensitifitas yang tinggi, agar penerjemah mampu membedakan arti yang tersirat dari pada hanya arti lahiriyahnya. Mampu membedakan antara pemaknakan alegoris, silogis maupun, majazi. Karena tidak selalu yang tertulis merupakan arti harfiyahnya. Contoh:

II. ASPEK NON-BAHASA

Agar hasil terjemahan lebih berbobot, menyentuh dan berkualitas, maka penerjemah perlu mengetahui hal-hal berikut:

  1. Latar belakang topik. Merupakan pengetahuan yang sama atau erat hubungannya dengan masalah topik yang diterjemahkan. Seorang ahli bahasa Inggris lebih menerjemahkan buku bahasa Inggris tentang kedokteran dari pada ahli bahasa Inggris tapi awam terhadap dunia kedokteran.
  2. Konteks, merupakan bagian dari suatu uraian kalimat yang dapat menambah kejelasan makna kata dalam suatu teks. Konteks adalah faktor penting dalam setiap proses penerjemahan, karena konteks mempunyai prioritas yang mengalahkan bahasa teori dan makna utama dari suatu kata.
  3. Konotasi, adalah pertautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan suatu kata. Ini erat sekali dengan al-zauq al-lughawi (rasa bahasa) masing-masing orang.

Maka terjemah harus memiliki ketiga aspek non bahasa di atas. Di samping itu terjemah harus memiliki faktor-faktor penunjang lainnya, misalnya, ia harus konkret, tegas, jelas dan populer. Sehingga hasil terjemahan tersebut mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca pada tingkatannya. Pemenuhan aspek-aspek itu mulai dari kosa kata, bentuk kata, struktur kalimat, jabatan kata maupun ide, gagasan dan pikiran dari penulis naskah sumber.

INSTRUMEN TERJEMAH

Merupakan hal mendasar agar penerjemahan dapat dilakukan dengan cermat dan tepat akurat, maka dibutuhkan penguasaan pengetahuan baik dari aspek bahasa maupun non bahasa, di antaranya:

  1. Menguasai dua bahasa. Diperlukan bagi penerjemah penguasaan bahasa target lebih banyak dari pada penguasaannya terhadap bahasa sumber. Contoh, jika akan menerjemahkan naskah dari bahasa Arab ke Indonesia, maka penguasaan terhadap bahasa Indonesia harus lebih luas dan kaya perspektif dengan memperhatikan keempat unsur pokok terjemah di atas; aspek nahwu, sorof, kamus bahasa dan balaghah.
  2. Menguasai karakteristik dua bahasa (bahasa sumber dan bahasa sasaran).
  3. Pengetahuan yang luas dengan beberapa pendekatan yang lazim digunakan oleh ahli bahasa. Contoh: sekretaris jendral adalah general secretary bukan secretary general.

KUALIFIKASI/SYARAT-SYARAT PENERJEMAH

Mengingat lingkup dan cakupan terjemah yang tidak sederhana, maka diperlukan prasyarat penerjemah agar hasil terjemahannya baik dan  tidak bias, diperlukan beberapa syarat penerjemah, di antaranya:

  1. Terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan alih bahasa dan tidak melakukan penyimpangan makna.
  2. Menguasai dengan baik bahasa sumber dan bahasa sasaran secara seimbang.
  3. Memahami obyek kajian yang sedang diterjemahkan dengan menguasai istilah-istilah khusus dalam pelbagai obyeknya berikut kosa katanya.
  4. Jika, diperlukan, penerjemah harus mengetahui latar belakang penulis dan spesialisasi bidang yang dikuasainya.
  5. Memahami kultur bahasa sumber.

Bahkan ada mensyaratkan seorang penerjemah harus mempunyai kompetensi dan keistimewaan yang menonjol agar menguasai bidangnya dan trampil mengekspresikan tautan makna yang terkandung dalam bahasa sumbernya.

TEKNIK TERJEMAH

Agar proses penerjemahan lebih baik, terdapat tiga tahapan teknik penerjemahan:

  1. Sebelum memulai menerjemahkan, ia harus membaca teks bahasa sumber secara benar dengan melakukan analisa kata dan kalimat dari berbagai sisi baik sighah, struktur, pola, i’rab maupun ragam makna sesuai dengan konteks kalimatnya.
  2. Menguasai dan memahami alur pikir penulis guna menghasilkan pemahaman yang komprehensif dan mengutuh. Seorang penerjemah harus menghindari penerjemahan secara parsial, sepotong-potong atau bahkan meninggalkan potongan kata yang tidak ia pahami.
  3. Mengalihkan pemikiran penulis ke bahasa target dengan cermat dan tepat, dibarengi dengan ungkapan pemilihan diksi yang benar dan bahasa yang bernas.

Penerjemah mengulang-ulang wacana dan membaginya kepada satuan terjemahan dengan mengklasifikasikannya menurut kandungan struktur kalimat dan keselarasan hubungannya.

Demikianlah, beberapa aspek penting dalam proses penerjemahan. Tanpa penerapan aspek-aspek ini, hasil terjemahan akan kacau, terlalu kental bercorak bahasa sumber, dan tentunya sulit untuk dipahami karena ia mereduksi pemahaman teks asli serta memperkosa bahasa sasaran.

PROBLEM KOSA KATA

  1. Kedudukan kosa kata dalam penerjemahan

Terjemah pada dasarnya adalah pengalihan satuan semantik teks sumber yang dibangun oleh kosa kata. Jadi kosa kata merupakan unsur penting dalam penerjemahan, bahkan teramat penting. Ia menjadi bahan dasar untuk membangun sebuah teks yang utuh sebagai hasil terjemahan. Maka untuk menyelami pesan teks sumber, penerjemah harus menguasai kosa kata secara cermat, tepat dan akurat.

  1. Solusi atas Kosa Kata

Sedikitnya terdapat delapan aspek yang perlu dipersiapkan oleh penerjemah dalam menyelesaikan persoalan kosa kata.

    1. Memanfaatkan kamus – baik berbentuk buku cetakan atau alat elektronik – adalah salah satu cara pemecahan ketika menghadapi persoalan kosa kata. Namun, dalam hal penggunaan kamus, perlu juga bertanya kepada ahli bahasa Arab atau native speaker.
    2. Sebaiknya memilih kamus yang proporsional, serta relevan dengan tingkat kesulitan dan jenis materi teks sumber. Memanfaatkan kamus kecil untuk menerjemahkan teks berbahasa Arab yang sulit dan kompleks, tentu tidak akan memadai. Yang dimaksud ‘kamus yang relevan’ adalah adanya keterkaitan orientasi isi kamus dengan materi atau tema pembahasan teks yang hendak diterjemahkan.
    3. Dalam kamus Arab-Indonesia, kamus Arab-Inggris, atau kamus Inggris –Arab, urutan kosa kata dalam kamus-kamus tersebut secara umum dapat ditelusuri melalui kata pokoknya yaitu fi’il madzi (kata kerja lampau). Seperti kata madzahir (fenomena-fenomena), maka kata tersebut harus dikembalikan ke asal katanya, yakni dzahara, huruf dzat dan bukan dari huruf mim. Maka, ilmu alat semacam ilmu saraf akan sangat membantu menelusuri akar kata masing-masing kosa kata.
    4. Guna menghemat waktu dan agar tidak selalu membuka kamus, penerjemah sebaiknya tidak terlalu tergesa-gesa mencari kata dalam kamus, ketika menemukan kata-kata yang belum diketahui artinya. Bacalah teks berulang-ulang, dan teruskan membaca teks berikutnya. Sebab, penerjemah akan menemukan arti kosa tersebut dalam teks-teks berikutnya. Dalam hal ini, perlu digarisbawahi bahwa konteks kalimat adalah penyangga satuan makna yang sagat membantu untuk mengetahui asti kosa kata yang ada di dalamnya.
    5. Kiat lain, agar tidak terlalu sering membuka kamus adalah menjaga hasalam setiap kosa kata yang pernah dilihat dari kamus. Penerjemah seringkali lupa kembali atas arti kosa kata, padahal kosa kata cenderung dipakai berulang-ulang. Maka, cara efektif untuk mengingatnya adalah menulis kosa kata itu dalam buku tersendiri. Untuk efektifitas ingatan arti kosa kata, maka kosa kata yang ditulis hendaknya dilengkapi dalama bentuk satu kalimat atau satuan makna tertentu, dan bukan hanya satu kata saja, untuk menjaga keutuhan pemahaman.
    6. Di dalam kamus Arab Indonesia atau Arab Inggris sering dijumpai, satu kosa kata Arab memiliki arti yang cukup banyak, malah arti kata satu dengan lainnya terasa sangat berbeda. Penerjemah harus memilih salah satu arti yang dipandang paling tepat dan sesuai dengan konteks kalimat dan arah teks yang diterjemahkan (siyaq al-kalam). Pemilihan jenis kamus, juga memegang peranan penting. Karena tidak semua kamus memuat kosa kata dengan arti yang baku.
    7. Kosa kata yang menjadi konsep sentral perlu memperoleh perhatian khusus, yakni menerjemahkan kata tersebut secermat  dan setepat mungkin. Kesalahan dan inkonsistensi penerjemahan akan mengakibatkan kesalahan yang sangat fatal. Yang dimaksudkan konsep sentral adalah kosa kata yang menjadi ‘penanda’ tema-tema sentral. Kata-kata tersebut umumnya menjadi judul buku, atau judul-judul bab dan sub-bab.
    8. Penerjemah hendaknya mengoptimalkan pemahaman pada sekitar 10-20% pertama dari teks sumber. Misalkan, untuk menerjemahkan teks Arab setebal 200 halaman, maka penerjemah hendaknya memperoleh pemahaman optimal pada 10-20 halaman pertama, termasuk pencarian, pengelolaan dan pemeliharaan kosa kata-kosa kata  sulit. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa sehebat dan ‘sekaya’ apapun seorang penulis dalam menggunakan kosa kata, bentuk kalimat dan sebagainya, kreasinya masih tetap terbatas. Penulis itu sangat mungkin akan menggunakan kembali kosa kata dan bentuk kalimat itu pada bagian-bagian teks selanjutnya.
  1. WAWASAN TENTANG KAMUS ARAB

Sebagai tambahan penjelasan, di bawah ini disampaikan wawasan tentang kamus Arab dengan mencermati pendapat Mahmud Fahmi Hijazi. Menurutnya, orientasi khasanah kamus Arab-klasik, secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok.

    1. Kamus yang mendasarkan entrinya pada materi kebahasaan tertentu, biasanya dengan pemilihan sumber kebahasaan secara selektif, yakni bahasa-bahasa Arab yang dipandang masih murni. Contoh dalam kelompok ini adalah kamus Khalq al-Insan karya Al-Ashmu’i dan Al-Khail karya Abu Ubaidah
    2. Kamus yang mendasarkan urutan entrinya pada tema-tema atau istilah-istilah tertentu, bukan kepada abjad maupun materi kebahasaan, semacam Mu’jam al-Nadawat wa al-Mu’tamarat, Mu’jam al-Musthalahat al-Ilmiyyah wa al-fanniyyah wa al-handasah, karya Ahmad Syafiq Khatib.
    3. Kamus yang mendasarkan urutan entrinya pada urutan abjad tertentu, dan kamus model ini yang paling banyak, di antaranya: Lisan al-Arab, karya Ibn Mandzur, Al-Munjid, karya Louis Ma’luf, Al-Qamus Al-Muhith, karya Al-Fairuz Zabad

 

dikutip dari http://donnjuan.wordpress.com/2010/02/06/panduan-terjemah/#comments

Kedudukan Idiom dalam tarjamah

KEDUDUKAN IDIOM DALAM TARJAMAH

  1. Pengertian Idiom

Idiom adalah kumpulan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan atau ungkapan yang tidak bisa difahami secara harfiyah karena mempunyai makna yang berbeda dari kata-kata yang membentuknya, sehingga harus difahami secara konteks dan diterjemahkan dengan mencarikan padanannya dalam bahasa sasaran. Idiom dalam bahasa Arab bisa berupa gabungan kata dengan preposisi, gabungan kata dengan kata, dan peribahasa/ungkapan. Penerjemahan idiomatik merupakan penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran dan cenderung mengubah nuansa makna melalui penggunaan ungkapan sehari-hari dan ungkapan idiomatik yang tidak terdapat dalam bahasa sumber.

  1. Jenis – jenis Idiom

Idiom dalam bahasa arab dapat dibentuk dari unsur-unsur;  isim , fi’il , maupun huruf. Unsur – unsur inilah yang membentuk idiom dalam bahasa Arab. Berdasarkan unsur – unsure inilah maka akan tampak bentuk – bentuk idiom. Idiom bahasa Arab ada yang terbentuk dari dua kata dan, ada pula yang tiga kata

Adapun bentuk – bentuk idiom sebagai berikut:

  1. Isim dan isim

Misalnya  أعمي القلب  / a’mā al-qalbi/ ‘buta  hati’. Yang  terdiri  dari   أعمي  / a’mā/  ‘buta’, القلب   / al-qalbi/  ‘hati’. Maknanya  bukan  berarti  ‘buta hati’,  tetapi  makna  idiomnya  adalah  ‘tidak  mau  menerima  kebenaran’.

Contoh                         :

يظل الكفر أعمي القلب  إلا إذا هداه الله

/yazallu al-kāfiru a’mā alqalbi illa izā hadāhu Allahu/

( Orang kafir tetap buta hati kecuali yang mendapat hidayah dari Allah )

Contoh-contoh lain :   Tarkib Idofi
   orang modern
  • ·         إبن اليوم

يحرص كل شاب على أن يكون إين اليوم حتى لا يتّمة الناس با التخلّف

Setiap pemuda sangat ingin menjadi orang modern agar orang tak menuduhnya terbelakang
  mekkah
  • ·         أم القرى

زار الحجاج أمّ القرى لأداء الحجّ

Jemaah haji itu mengunjungi mekkah untuk melaksanakan ibadah haji

 

  maling
  • ·         إبن الليل

سطى على المال إبن الليل فى الليل

Harta itu dicuri maling tadi malam

 

  Hari Kiamat
  • ·         يوم الحساب
Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat

يجمع الله الناس ليوم الحساب

 

  1. Fi’il dan Huruf

Misalnya  إعتدى على   /I’tadā  ‘ala/ ‘melanggar atas’. Yang terdiri dari kata  إعتدى  /i’tadā / ‘melanggar’,    على‘atas’.  Maknanya  bukan  berarti  melanggar  atas,   tetapi  makna  idiomnya  adalah  ‘merampas’.

Contoh                        :

إعتد الظالم على حقوقهم

/i’tadā al-zalimu ‘ala huqūqihim/

(Orang zalim itu merampas hak-hak mereka)

Huruf jer

Contoh kalimat idiom

Arti

إلى

ذهب المريض إلى ربه (Orang sakit itu meninggal)
نظرت إلى التلفيزيون ( aku menonton tv)
يرجع بناء هذا  مسجد إلى الثانى ( pembangunan masjid ini bermula pada abad kedua)
 (  ضرب إلى    ) Hampir
     

على

حمل على Menyerang
مضى  الشخص على رأيه Berlalu__(orang itu Melaksanakan pendapatnya)
ذهب علي موعدك (aku lupa samasekali akan janjimu)
أجمع على Mengumpulkan___(bersepakat)
قام على (Berdasarkan)
عرف على (mengatur)
     

عن

أخذ عن (mencontoh)
(ولمّا سكت عن موسى الغضب أخذ الأ لواح   )

 

(Setelah amarah musa mereda dikumpulkan kembali kepingan – kepingan taurat itu)
بحث القضى عن الجريمة (Hakim itu menyidik kejahatan itu)
 (  إبليسَ يقطع الذهَبَ عن الناسك    ) (Iblis menghentikan (pemberian) emas untuk nasik)
شذ ب عن Menangkis____ (Membela atau mempertahankan)
     

بـ

(    مررت با السوق     ) (Aku melewati pasar)
ذهب فلا ن با الشيء  ) (Sifulan menghilangkan benda itu)
خرج الرعى بغنمه  ) (Penggembala itu membawa pergi kambingnya)
فادبـ Mati ____ (mencampur)
(قام زيد بن ثابت بأعمال عظيمة  ) (Zaid bin tsabit mengerjakan pekerjaan mulia)
     

فى

خرج فى unggul
     

من

(  حتى تضم عدادا من المكتبا ت الكبيرة  ) ( hingga mencakup perpustakaan megah)
(     وأن يبرأ من حق صاحبه    ) ( diantara syarat taubat dari perbuatan sesame manusia @ mngmblkan hak pemiliknya)
(     حمى الشخص ابنه من الصفر    ) (orang itu melarang anaknya bepergian)
(    جرده من كل القابه     ) Mengupas__( dia mencopot semua gelarnya )

 

  1. Fi’il dan Isim

Misalnya,   أفل النجم   /afala najmu/ ‘bintang terbenam’.   Yang  terdiri  dari  kata أفل  ‘terbenam’, النجم ‘Bintang’. Maknanya bukan berarti ‘bintang terbenam’, tetapi  makna  idiomnya  adalah ‘tak terkenal lagi’

Contoh                        :  أفل النجم اللاعب بعد فشله فى تلك المبارة

/afala najmu al-lā’ibi ba’da fasyalihi fī tilka al-mubārāti/

(pemain itu tak terkenal lagi)

  Mengembara

رفع عصاه

  Tak bisa tidur

يرعى النجم

 

كان يرعى النجم بسبب ما ألمّ به من هموم

Ia tak bisa tidur karena kegundahan yang dialami
  Terbit

رأى النور

مات الأديب, ولم يرى النور كثيرا من أعمله

Sastrawan itu meninggal, dan banyak karyanya yang belum terbit

 

  tertipu

بلع الطعم

 

  1. Fi’il, Isim, Huruf

Misalnya أغمض عينيه عن   agmada ‘ainaihi ‘an/  ‘memjamkan  kedua  matanya dari’, yang terdiri dari kata   أغمض ‘memejamkan’, jika digabung dengan عينيه ‘kedua  matanya’  dan عن ‘dari’. Maknanya bukan berarti ‘memejamkan  kedua matanya dari’, tetapi  makna  idiomnya adalah ‘melupakan’.

contoh :

إذا لم تغمض عينيك عن هفوات أصدقا ئك خسرتهم

/izā lam tugmid ‘ainaika ‘an hafawāti asdiqāika khasiritahum/

(jika kau tak melupakan kesalahan-kesalahan kawan-kawanmu, kau akan kehilangan mereka).

   

merenungkan

  • قلب النظر فى
 

كلما قلبت النظر فى مخلوقا ت الله

Setiap anda merenungkan makhluk ciptaan Allah, bertambahlah pengetahuan anda tentangnya.

 

    berambisi
  • مد عنقه إلى

كلما حققا نجاحا مد عنقه إلى نجاح أبعد منه

Semakin dapat mewujudkan keberhasilan, dia semakin berambisi untuk menghasilkan yg lebh besar dari itu
  mencuri
  • مد يده على

مدالخائن يده على حقوق الأ خرين فى كل مكان

Penghianat itu mencuri hak-hak orang lain disetiap tempat

 

 

  1. Fi’il, huruf, isim

Misalnya, طعن فى شرفه  /ta’ana fi syarafihi/  ‘mencemarkan harga dirinya’, yang terdiri dari kata طعن ‘mencemarkan’, فى ‘dalam’ dan  شرفه ‘harga dirinya’ Maknanya bukan berarti ‘mencemarkan dalam harga dirinya’, tetapi  makna  idiomnya  adalah  ‘mencemarkan citra’

Contoh :

طعن فلان فى شرف ذ لك شحص

/ta’ana fulanun fi syarfi zalika al-syahsi/

‘sifulan mencemarkan citra orang itu’.

 

Melawan hukum

  • يخرج على القوانين

تعاقب الدولة كل من يخرج على القوانين عقوبات رادعة

Negara itu menghukum setiap orang yang melawan hokum dengan percekalan

 

  Terbit
  • يخرج إلى النور

وما كاد الكتاب يخرج إلى النور حتى تناوله النقاد باالدراسة والتقويم

Begitu buku itu terbit para kritikus mengkaji dan menilainya

 

  Berenang diair
  • ·         ضرب فى الماء
 

ضرب السباح فى الماء مع زملائه

Perenang berenang diair bersama kawan – kawannya

 

  Menentang  
  • يقف فى طريقه

كان حاكما حبارا, لا يستطيع أحد أن يقف فى طريقه

Ia adalah penguasa dictator yang tak seorang pun menentangnya
   

                       

  1. Fi’il, fi’il, isim

Misalnya, واضح وضوح الشمس   /wadihun  wuduha  al-syamsi/ ‘jelas seperti matahari’, yang terdiri dari kata واضح ‘jelas’, jika digabung dengan وضوح ‘seperti’ dan  الشمس ‘matahari’ Maknanya bukan berarti ‘jelas seperti matahari’, tetapi makna idiomnya adalah ‘jelas sekali’. Contoh         :

والله هذا الأمر واضح وضوح الشمس

/wa Allahi haza al-amru wadihun wuduha al-syamsa/

(sungguh, masalah ini jelas sekali )

  Mempengaruhi jiwa

حركت أوتار قلوبنا

ألقى علينا قصيدة, حركت أوتار قلوبنا

Ia membacakan puisi kepada yang mempengaruhi jiwa kita

perbandingan Karakteristik bahasa arab dengan bahasa indonesia

  1. A.   Karakteristik Bahasa Arab

Bahasa Arab mempunyai ciri-ciri  kekhususan yang tidak terdapat pada bahasa-bahasa lainnya. Kemudian dari kekhususannya ini menjadikan bahasa Arab sebuah bahasa yang fleksibel, mempunyai elastisitas yang tinggi, maka dalam  menjalankan dan mempertahankan fungsinya sebagai bahasa komunikasi, sarana dalam penyampaian tujuan agama, pencatatan berbagai ilmu pengetahuan, telah mampu disampaikan dengan mudah dan benar.

Berikut ini adalah yang merupakan keistimewaan bahasa Arab, antara lain :

  1. Isytiqaq

Yang dimaksud dengan isytiqoq adalah pengambilan sighot (bentuk kata) dari sighot yang lain, karena ada persamaan baik dari segi bentuk, maknanya maupun strukturnya dengan beberapa tambahan tertentu yang telah ditetapkan.

Ada dua pendapat ulama mengenai isytiqok ini, antara lain :

1. Ulama Bashrah bahwa sumber isytqoq adalah masdar

2. Ulama Kufah bahwa sumber isytiqaq adala kata kerja (fi`il).

Isytiqoq menurut ulama bahasa di bagi tiga macam, antara lain:

  1. Isytiqoq shogir yang aplikasinya melalui tasrif yang kita kenal selama ini yaitu pengembangan lafadz dari lafadz asli dengan syarat adanya kecocokan dari segi makna, huruf dan juga urutannya. Contohnya:

ضرب   –  ضارب  – مضروب

  1. Istiqoq kabir disebut juga al-qalb al-luqhawi, yaitu adanya persamaan antara dua kata, baik dari segi lafadz maupun dari segi makna, akan tetapi tidak sama dalam urutan huruf sebagai contoh :

حمد – مدح /  جبد  –  جدب

  1.  Isytiqoq Akbar disebut juga al-ibdal al-liqhawi, yaitu menukar suatu huruf yang lain. dalam proses ini huruf yang mengalami pertukaran tidak disyaratkan memiliki makhroj yang sama. Boleh saja terjadi pada setiap hurufkarena yang penting disini adanya kesesuaian makna antara dua lafadz, contoh:

السراط –  الصراط

yang memiliki makna suatu dengan dua lafadz yang berbeda.

Isytiqoq al-Kibar atau an-naht (penyingkatan)

An-Naht adalah membuat kata baru yang ambil dari dua unsur kata yang berbeda atau lebih tetapi tetap menunjukan pada makna yang diambil baik berupa isim dan fi`il. Perkembangannya harus sesuai dengan kaidah (wazan) bahasa arab yang terdapat dalam tashrif, sebagai contoh :

بسمله –  حمدله

 Ta`rib (arabisasi)

Yang dimaksud dengan ta`rib disini yakni kata asing yang diambil kedalam bahasa arab, dalam proses ta`rib mungkin terjadi pengurangan, penambahan penukaran sehingga bahasa tersebut menjadi bahasa arab asli sebagai contoh dari kata yang terdapt penambahan dan penukaran : kata (kulit hitam) berasal dari bahasa Persia ditambah alif dan ha ditukar dengan huruf jim.

ارندج  -رند ه

  1. Al-Irab

Keistimewaan bahsa Arab juga disebabkan kehadirannya I`rab, bahkan dapat dikatakan bahwa I`rab adalah ciri khas bahasa  arab. I`rab adalah perubahan bunyi akhir suatu kata dalam kalimat yang disebabkan oleh perbedaan factor (‘amil yang menyertainya, baik amil disebut itu jelas maupun diperkirakan dalam benak’) Perbedaaan tersebut dapt mempengaruhi makna’.

  1. Efek yang di timbulkan terhadap karakat, sebagai contoh :

هدا تلميد  –  رأيت تلميدا  –  مررت بتلميد

تكتب  – لن تكتب –  لم يكتب

  1. Efek ditimbulkan terhadap jumlah sangat elastisitas.

أكل محمد السمك  – السمك أكل محمد – محمد أكل السمك

علي يتعلم اللغة العربية  – جاء ابوه  – حضر المسامون

Dalam bahasa arab, ada dua gender maskulin dan feminine yang masing-masing mempunyai bentuk yang berbeda-beda, kata ejektif dan kata kerja. Bentuk-bentuk feminin menurut kaidahnya dibentuk dan kata-kata maskulin dengan menambahkan akhiran (atun /un).

Dalam bahasa arab terdapat tiga bentuk bilangan yaitu : Tunggal, ganda dan jamak.

  1. Ilmu Balaghah

Ialah ilmu yang mempelajari gaya bahasa dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam bahasa arab, khususnya Al-Qur`an. Tegasnya ilmu balaghah ini merupakan ilmu kesustraan bahasa arab. Ilmu balaghah ini mengandung tiga pokok pembahasan :

علم المعاني  – علم البيان  – علم البديع

Ilmu bayan mengandung dua pokok pembahasan .

التشبية  – المجاز  -الكناية

Ilmu Maani  mengandung banyak pokok bahasan, antara lain :

االخبر والانشاء  –  الدكر والحدف   -التقديم والتاخير  –  القصر  –  الوصل  والفصل  -الايجاز والاطناب  – المساواة

Ilmu badi` mengandung dua pokok pembahasan

المحسنات المعنوية  – المحسنات اللفظية

  1. Al-Mufrodat

Setelah al-Qur`an turun, banyak pengertian atau arti kosakata  yang mengalami pergeseran, perubahan makna semanti,  seperti dalam contoh :

لا ريب فيه  –  لا شك / الصبح –  الفجر/ قعد  –  جلس /  زوج  –  امراة

Kata jauz dan imraah   ditampilkan dalam konteks kehidupan suami istri yang penuh kasih sayang dan memiliki anak keturunan, sedangkan  mempunyai makna istri yang dalam kehidupan suami istri tidak terdapat kasih saying karena ada khianat/ perbedaan akidah dan digambarkan dalam surah yusuf (12;30;51) dan surat at-Tahrim (66;10;11)

Lafal_lafal dalam al-Qur`an jika diperhatikan dan diteliti secara mendalam akan munculkan kajian baru, sehingga nantinya al-Qur`an bukan hanya sebagai sumber hukum islam antara fiqih dan akhidah tetapi juga merupakan sumber

Bahasa juga terdiri atas lambang-lambang, yaitu tanda yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang lain. Didalam bahasa, tanda terdiri dari rangkaian bunyi yang pada ragam tulis dialihkan kedalam tanda-tanda visual yaitu huruf  dan tanda baca. Hubungan antara rangkaian bunyi tertentu dan makna yang dinyatakan bersifat arbiter semata tidak ada hubungan yang wajar antara lambang dan objek yang dilambangkannya (Panuti Sufirman, 1993, hal 9), Contoh :

Za`za`ah artinya goncangan

Qolqalah artinya keributan

Solsolah artinya bunyi berderek-derek

Qa`qa`ah artinya gemerincing

Jarjarah artinya bising

Qorqorah artinya keroncongan

  1. Al-Dalaalah

Ilmu dalalah disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistic yang memepelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi  linguistik yang mempelajari makna/ arti dalam bahasa arab mengenai jenis-jenis makna. Mukhtar umar membaginya kepada lima jenis

1.  Al-Ma’na al-asasiy adalah makna kata yang melakat pada sebuah kata.

2. Al-Ma`na al-ishafy adalah makna yang terkandung dalam sebuah kata disamping makna sebenarnya yang melekat pada kata tersebut.

3. Al-Ma`na al –ushuby makna yang berkenaan dengan gaya pemilihan kata didalam masyarakat sehubungan adanya perbedaan sossial, geografi tingkat pendidikan.

4. Al-ma`na al-nafsy makna yang terkait pada orang tertentu tetapi tidak untuk umum.

5. Al-Ma`na al-ihaiy maka yang terkandung dalam sebuah kata yang menunujukan kepada seseorang yang berkenaan adanya kata itu dengan keadaan diluar bahasa.

Dalam kajian ini ada lafal-lafal bahasa Arab yang dihubungkan dengan lafal-lafal lainnya dan dikaitkan dengan pemakaiannya dan kita kenal dengan sebutan at-taraduf al-musytaraq lafdzhi dan at-tadhodz.

Taraduf secara harfiah  berarti sesuatu mengikuti sesuatu sedangkan kata taraaduf  itu sendiri berarti sesuatu yang saling mengikuti. Secara etimologi definisi Taraduf menurut Dr. Taufik Muhammad Salim beberapa kata menunjukan arti yang sama. Contoh :

Zauj – imara`ah / As-subh – al-fajr

  1. a.      Al-Musytarak – al-lafidziy

Musytarak al – lafdziy dalam bahasa indonesianya adalah kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti dan pengertian berbeda. Contoh:

Kata Syahaadah mengandung sepuluh arti/makna , antara lain : Observasi, menyaksikan, melihat, yakni, beraksi, DLL

  1. b.      At- Tadhodz atau Antonim.

Para ahli bahasa Arab mendefinisikan antonim dengan menggunakan satu kata untuk dua pengertian yang berlawanan seperti.

الموت  – الحي

البياض  –  البيضاء

  1. B.   Karakteristik Bahasa Indonesia

 

  1. A.    Sebab Lahirnya Bahasa Indonesia

Apabila membicarakan tentang perkembangan bahasa Indonesia, kita akan membahas bahasa Melayu sebagai akar atau sumber bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, sejak dahulu sudah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franka), di pesisir utara Pulau Sumatra, Semenanjung Malaka, pesisir timur Pulau Kalimantan, bahkan digunakan pula oleh Brunai dan Sabah. Berdasarkan berbagai penemuan, bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya. Bahkan bukan hanya di Sumatra tapi juga di pulau Jawa. Pada zaman Sriwijaya, Bahasa Melayu mempunyai fungsi sebagai Bahasa kebudayaan, sebagai bahasa perhubungan, sebagai bahasa perdagangan terutama ditepi pantai, dan juga sebagai bahasa resiol kebudayaan. Adapun alasan mengapa bahasa melayu di jadikan sebagai bahasa Indonesia disebabkan oleh 4 faktor yaitu: bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan bahasa perdagangan, sistem bahasa melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, atau perbedaan bahasa kasar dan halus, dan bahasa Melayu mudah dikembangkan. Kedudukan bahasa Indonesia ada dua yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara.

  1. B.     Ragam Bahasa Indonesia

Berdasarkan situasi pemakaian Bahasa Indonesia dapat dibedakan atas 2 situasi yaitu situasi resmi dan situasi tidak resmi. Yang dimaksud situasi resmi adalah pemakaian Bahasa Indonesia yang berkaitan dengan masalah kebinasan atau keilmuan. Sedangkan situasi tidak resmi adalah pemakaian dalam kehidupan sehari-hari dengan masalah pokok yang tidak resmi.

  1. C.    Fungsi Bahasa Indonesia Baku
  2. D.    Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku
  3. E.     Penggunaan dan Tata Tulis Ejaan
  • Sebagai alat komunikasi resmi
  • Dipergunakan dalam wacana resmi
  • Digunakan dalam pembicaraan resmi (yang bersifat keilmuan)
  • Siaran-siaran resmi
  • Dipakai dalam pembicaraan dengan orang-orang yang dihormati
  • Memakai ucapan baku (pada bahasa lisan yaitu ucapan yang tidak terpengaruh oleh ucapan bahasa daerah dan dialeg-dialeg yang ada)
  • Memakai EYD (16 Agustus 1972)
  • Memakai peristilaan resmi yaitu pedoman umum pembentukan istilah
  • Menghindari pemakaian unsur-unsur yang terpengaruh oleh bahasa-bahasa dialeg baik leksikal maupun gramatikal. Yang dimaksud leksikal ialah unsur bahasa yang berupa kata, sedangkan gramatikal ialah unsur yang bersifat ketata bahasaan.
  1. a.      Pelafalan

Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau pengucapan dalam Bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengan orang melafalkan bunyi Bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakberaturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena lambing atau huruf di ucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf-huruf tersebut.

Tulisan # Lafal yang salah # Lafal yang benar:

Energi # enerji, eversi # energi
Teknik # Tehnik  # Teknik
Biologi # Bioloji # Biologi
Tegel # Tehel # Tegel

  1. b.      Penulisan Huruf

Ejaan bahasa EYD menggunakan 26 huruf yaitu mulai huruf A – Z. Beberapa huruf diantaranya yaitu huruf |F|, |V|, |X|, dan |Z| itu merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai secara resmi di dalam Bahasa Indonesia, dengan demikian pemakaian huruf itu tetap dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain. Contoh :

Fakta # fakta

Volume # folume

Zaman # saman

Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan kedalam Bahasa Indonesia tetapi harus diingat ketentuan pemakaian huruf |a|, dan |x|, huruf a hanya dapat dipakai untuk nama istilah khusus sedangkan untuk istilah umum harus di ganti dengan huruf k demikian pula huruf x dapat dipakai untuk lambing misalnya sinar-x, huruf x apabila terdapat pana pertengahan kata dan akhir kata maka dia dapat diganti menjadi konsonan kx.

c. Penulisan Kata

Kata mengenal bentuk kata dasar, kata turunan atau kata berimbuhan, kata ulang, dan kata gabungan. Kalau gabungan kata hanya terdapat awalan atau akhiran dan ditulis serangkai. Contoh:

Bentuk tidak baku # bentuk baku:

di didik # dididik

di suruh # disuruh

hancurleburkan # hancur leburkan

berterimakasih # berterima kasih

kalau gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata turunannya harus dituliskan serangkai. Contoh:

Bentuk tidak baku # Bentuk baku:

pemberi tahuan # pemberitahuan

ketidak adilan # ketidakadilan

mempertanggung jawabkan # mempertanggungjawabkan

Kata ulang ditulis secara lengkap dengan penggunaan tanda hubung.

Misalnya :

Kata tidak baku # Kata baku:

Jalan 2 # Jalan-jalan

gerak gerik # gerak-gerik

terus menerus # terus-menerus

berkejar kejaran # berkejar-kejaran

seluk beluk # seluk-beluk

– Gabungan kata termasuk yang lazim disebut kata majemuk, bagian-bagiannya dituliskan terpisah.

Misalnya :

Bentuk tidak baku # Bentuk baku

ibukota # ibu kota

tatabahasa # tata bahasa

kerjasama # kerja sama

bulutangkis # bulu tangkis

dutabesar # duta besar

kerjasama # kerja sama

Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata dituliskan serangkai. Contoh:

Bentuk tidak baku # Bentuk baku

mana kala # manakala

sekali gus # sekaligus

bila mana # bilamana

mata hari # matahari

bagai mana # bagaimana

 

d. Penulisan Unsur Serapan

Berdasarkan taraf integritasnya unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar :

  1. Unsur yang belum sepenuhnya terserap kedalam bahasa Indonesia, misalnya curriculum vitae, real estate, reshuffle, shuttle cock.
  2. Unsur asing yang mengucapkan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia

Misalnya :

Kata asing # Penyerapan yang salah # Penyerapan yang benar

risk # resiko # risiko

system # sistim # sistem

effective # efektip # efektif