Rangkuman filsafat Ilmu

Filsafat Ilmu (Fil`il) bikin gw ILfiLL,… puyeng 2500 keliling…

coba merangkum bahan yang ada ah,.. iseng iseng.,, sambil menuh-menuhin blog.. he.. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

  • Periodesasi perkembangan ilmu dari masa kemasa

1. Pra yunani kuno, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a)      pengetahuan yang berdasarkan pengalaman diterima begitu saja sebagai fakta tanpa dikaji secara ilmiah, dan masih dihubungkan dengan hal-hal mitos

b)      sudah mulai mampu menemukan abjad dan bilangan, dan kemampuan dalam menulis dan berhitung

c)      kemampuan dalam meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa sebelumnya

2. Yunani Kuno, suatu zaman yang dipandang sebagai zaman keemasan filsafat memiliki ciri sebagai berikut:

a)      orang memiliki kebebasan mengungkapkan ide ide pendapatnya

b)      masyarakat tidak lagi mempercayai mitodologi-mitodologi yang ada

c)      masyarakat tidak lagi menerima pengetahuan yang berdasarkan pengalaman begitu saja, melainkan mengkaji dan menguji secara ilmiah terlebih dahulu sehingga menghasilkan sebuah kebenaran. Sikap tersebut menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern

3. Zaman Pertengahan, para ilmuan di belahan bumi eropa, pada masa ini hampir semuanya theology, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Namun dibelahan bumi timur, terutama di Negara-negara islam, justru terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat disaat eropa lebih berkuat pada masalah-masalah keagamaan, maka peradaban dunia islam justru melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya filosof yunani dan berbagai temuan dilapangan ilmiah lainnya.

4. Zaman Renaissance, pada masa ini, filosof filosof eropa tidak lagi terpaku pada pemikiran-pemikiran dogma-dogma agama atau yang bersifat theologi. Renaissance merupakan zaman peralihan kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi kebudayaan modern. Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman ini. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini salah satunya adalah dalam bidang astronomi.

5. Zaman Modern, ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah, pada masa ini,. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat..

PANDANGAN TENTANG KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN

  1. Christian wolf, mengklasifikasikan ilmu pengetahuan kedalam 3 kelompok besar yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika dan filsafat
  2. Auguste Comte, memulai dengan mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala-gejala yang letaknya paling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari, urutannya sebagai berikut: Ilmu pasti (matematika), Ilmu perbintangan (astronomi), Ilmu Alam (fisika), Ilmu Kimia (Chemistry), Ilmu Hayat (fisiologi/biologi), Fisika Sosial (sosiologi)
  3. Karl Raimund Popper, mengemukakan bahwa system ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokan kedalam 3 dunia, yaitu Dunia 1 (kenyataan fisis dunia), dunia II (kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia), Dunia III (hipotesa, hokum, dan teori ciptaan manusia dan hasil kerjasama antara dunia I dan Dunia II serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, DSB)
  4. Jurgen Habermas, mengemukakan bahwa klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan tujual ilmu itu sendiri.

1. Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal pikiran atau ratio. Tokoh-tokohnya antara lain seperti Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan adanya tiga idea yaitu innate ideas (idea bawaan), yaitu sejak manusia lahir. Adventitious ideas, yaitu idea-idea yang berasal dari luar manusia, dan idea yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri yaitu disebut faktitious ideas. Tokoh rasionalisme yang lain adalah Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716).
2. Empirisme
Empirisme adalah aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman indera. Indera memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Tokoh-tokoh empiris antara lain John Locke (1632-1704), menurutnya pengalaman dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: (a) pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar dan (b) pengalaman dalam (batin) (reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan idea-idea yang sederhana, yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk idea yang lebih kompleks (Harun Hadiwijono: Lihat Ali Mudhofir: 48). David Hume (1711-1776); yang meneruskan tradisi empirisme. Hume berpendapat bahwa, idea-idea yang sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-sensasi sederhana atau idea-idea yang kompleks dibentuk dari kombinasi idea-idea sederhana atau dari kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.
3. Realisme
Realisme yaitu suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita cerap lewat indera adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau tidak tergantung paada pikiran subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta tetap akan ada setelah pikiran berhenti menyadari. Tokoh-tokoh aliran realisme antara lain Aristoteles (384-322 SM), menurut Aristoteles realitas berada dalam benda-benda konkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata adalah dunia yang kita cerap. Bentuk (form) atau idea atau prinsip keteraturan dan material tidak dapat dipisahkan. Kemudian aliran realisme berkembang terus dan kemudian berkembanglah aliran realisme baru, yang tokoh-tokohnya antara lain George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap aliran ideaisme, subjektivisme dan absolutisme. Menurut realisme baru bahwa eksistensi objek tidak tergantung pada diketahuinya objek tersebut.
4. Kritisisme
Kritisisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan yang empiri (yang meliputi indera dan pengalaman). Kemudian akal menempatkan, mengatur dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang daan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukannya. Tokoh-tokohnya adalah Immanuel Kant (1724-1804). Aliran kritisisme Kant ini nampaknya mensintesakan antara rasionalisme dan empirisme.
5. Positivisme
Positivisme dengan tokohnya Aguste Comte yang memiliki pandangan sebagai berikut. Sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu: Tahap theologis, yaitu manusia masih percaya dengan pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh tahayul-tahayul, sehingga objek dan subjek tidak dapat dibedakan. Tahap metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, akan tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta. Tahap positif yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Maka pada tahap inilah pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat fakta.
6. Skeptisisme
Skeptisisme, yang menyatakan bahwa pencerapan indera adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme metodis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengetahuan diakui benar. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes.
7. Pragmatisme
Pragmatis, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan lain perkataan kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokohnya yaitu C.S Pierce (1839-1914), yang menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan gambaran yang kita peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan. Tokoh lainnya adalah William James (1824-1910), yang menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah ditentukannya oleh akibat praktisnya.

Daftar pustaka: FILSAFAT ILMU, Drs. Rizal Muntasyir M.Hum

perkembangan pemikiran filsafat barat

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT BARAT (ZAMAN YUNANI KUNO DAN ZAMAN                                        PERTENGAHAN)

  1. A.  Zaman yunani kuno (Abad 6 SM – 6 M)

Kelahiran pemikiran filsafat barat diawali pada abad ke-6 sebelum masehi oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam.  Manusia pada waktu melalui mite-mite mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian asal-usul yang berlangsung didalamnya.  Ada dua bentuk mite yang berkembang pada waktu itu yaitu:

  • Mite kosmogonis

Yaitu mite yang mencari tentang asal-usul alam semesta.

  • Mite kosmologis

Yaitu mite  yang berusaha untuk mencari keterangan tentang asal-usul serta sifat kejadian alam semesta.

Mitologi yunani meskipun memberikan jawaban terhadap pertanyaan –pertanyaan tentang alam semesta, sayangnya jawaban tersebut diberikan dalam bentuk mite yang lolos dari control akal (rasio). Cara berfikir seperti ini berlangsung sejak abad ke-6 SM. Hingga pada akhirnya sejak abad ke-6 SM  orang mulai mencari jawaban–jawaban rasional tentang  asal-usul dan kejadian alam semesta.[1]

Ciri yang menonjol dari filsafat yunani kuno diawal kelahiranya adalah ditujukannya  perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik unsur awal terjadinya segala gejala.

Adapun zaman yunani kuno terbagi menjadi 3 zaman yaitu :

  1. 1.    Zaman pra-socrates

Tokoh-tokohnya antara lain :

v  Thales (640-550 SM)

Menyimpulkan bahwa air merupaka arche (asal mula) dari segala sesuatu, pendapatnya ini didukung oleh kenyataan bahwa air meresapi seluruh benda-benda di jagad raya ini.

v  Anaximander (611-545 SM)

Meyakini bahwa asal mula dari segala sesuatu adalah apeiron yaitu sesuatu yang tidak terbatas.

v  Anaximenes (588-524 SM)

Mengatakan bahwa asal mula segala sesuatu itu adalah  udara, keyakinanya ini didukung oleh kenyataan  bahwa udara  merupakan unsur vital kehidupan.

v  Pythagoras (580-500 SM)

Mengatakan bawha asas segala sesuatu dapat diterangkan  atas dasar bilangan-bilangan, ia terkenal karena dalil  tentang segitiga siku-sikunyang dikemukakanya dan masih berlaku sampai saat ini.

v  Herakleitos dan Permanides (540-475 SM)

Merupakan dua orang filosof yang tidak lagi mempertanyakan asal usul dan kejadian alam semesta, tetapi keduanya berfikir bahwa apakah realitas itu berubah, tidak sesuatu yang tetap. Ungkapanya yang terkenal yaitu panta rhei khai uden menei, semua nya mengalir dan tidak ada sesuatupun  yang tinggal mantap. Sedangkan permanides berpandangan sebaliknya dia menegaskan bahwa realitas itu tetap, tidak berubah.

 

v  Demokritos (460-370 SM)

Menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom (atomos, dari a = tidak, dan tomos = terbagi). Atom-atom itu sama sekali tidak mempunyai kualitas dan jumlahnya tidak terhingga. Pandangan demokritos ini merupakan cikal-bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan biologi.

  1. 2.    Zaman keemasan

Adapun tokoh-tokohnya yaitu:

v  Socrates (470-399 SM)

Socrates merupakan  salah satu filsafat yunani yang telah berhasil mematahkan berbagai mitos tentang kejadian dan asal-usul alam semesta. Dia tidak memberikan suatu ajaran yang sistematis, ia langsung menerapkan metode filsafat  langsung dalam kehidupan sehari-hari. Adapun metodenya dibagi menjadi dua yaitu : 1.  Metode yang diuraikan nya disebut “dialektika ” yang berarti bercakap-cakap, disebut demikian karena  dialog atau wawancara mempunyai peranan hakiki dalam filsafatnya. 2. Metode “maieutike tekhne” (seni kebidanan) yang  artinya fungsi filsof hanya membidani lahirnya pengetahuan.

v  Plato (428-348 SM)

Adalah murid Socrates yang meneruskan tradisi dialog dalam berfilsafat. Plato meneruskan keaktifan Socrates dengan mengembangkan  dialog-dialog, dia tidak mengenal lelah dalam mengadakan dialog diantara lawan bicaranya. memilih dialog karena ia berkeyakinan bahwa filsafat pada intinya tidak lain daripada suatu dialog. Berfilsafat berarti mencari kebijaksana atau kebenaran. Plato dikenal sebagai filosof dualisme, ia mengakui adanya dua kenyataan yang terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide (yang tetap dan abadi) dan dunia bayangan (inderawi) adalah dunia yang berubah.

v  Aristoteles (384-322 SM)

Pemikiran filsafat yunani mencapai puncaknya pada murid plato yang bernama aristoteles. Ia mengatakan bahwa  tugas utama ilmu pengetahuan ialah mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat sebab yang semuanya harus disebut, bila manusia hendak memahami proses kejadian segala sesuatu. keempat penyebab itu antara lain :

  1. Penyebab material (material cause)

Inilah bahan dari mana benda dibikin. Misalnya, kursi dibuat dari kayu.

  1. Penyebab formal (formal cause)

Inilah bentukyang menyusun bahan. Misalnya, bentuk kursi ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi sebuah kursi.

  1. Penyebab efisien (efficient cause)

Inilah sumber kejadian, inilah sumber factor yang menjalankan kejadian. Misalnya, tukang kayu membikin sebuah kursi.

  1. Penyebab final (final cause)

Inilah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya, kursi dibikin supaya orang dapat duduk diatasnya.[2]

 

  1. 3.    Zaman pasca aristoteles

pasca aristoteles filsafat yunani mengalami “kemunduran” dalam arti filsafat cendrung untuk memasuki dunia praktis bahkan berlanjut mengarah kedunia mistik Atau disebut juga dengan runtuhnya system etika. Ada sejumlah aliran pada masa ini seperti stoisisme, epikurisme, dan Neoplatonisme.

v  Stoisisme

Merupakan mazhab yang didirikan di Athena oleh zeno dari kition, sekitar 300 SM. Menurut stoisisme, jagat raya dari dalam ditentukan  “logos” yang berarti rasio. Dengan demikian. Kejadian alam telah ditentukan dan tidak dapat dielakkan. Jiwa manusia merupakan bagian dari logos sehingga mampu mengenai alam raya. Manusia dapat hidup bahagia dan bijaksana jika mengikuti rasionya sehingga mengikuti nafsu-nafsunya dan mengendalikan diri secara sempurna. Mati dan hidup merupakan kejadian berdasarkan keharusan mutlak

v  Epikurisme

Epikurisme dibangun epikuros (341-270 SM), menurut aliran ini, segala hal terdiri atas atom yang senantiasa bergerak dan secara kebetulan bertabrakan. Manusia akan bahagia apabila mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakut-takuti dewa. Agar hidup bahagia, manusia seharusnya menggunakan kehendak bebas dengan mencari sedapat mungkin kesenangan itu. Sebaliknya, apabila manusia mendapat kesenangan terlalu banyak, ia akan gelisah. Orang bijaksana akan mendapat kebahagiaan karena mampu membatasi dir, terrutama dalam mencari kesenangan rohani.

v  Neoplatonisme

Neoplatonisme Merupakan paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat ilmu plato, faham ini bersikap religius, kebatinan. Salah satu tokohnya yaitu Plotinus (205-270), dimana ajaranya yaitu mengandung tentang jiwa, tentang hidup dan moral.

  1. Ajaran Plotinus tentang jiwa adalah dasar teorinya tentang hidup yang praktis dan ajaran moral. Menurut pendapatnya, benda itu karena tidak terpengaruh yang satu, yang baik,, adalah pangkal dari yang jahat.
  2. Ajaran Plotinus tentang hidup dan moral

Menurutnya ajaran itu tak lain dari pada melaksanakan dalam praktik ajaranya tentang jiwa. Tujuan hidup manusia dikatakanya mencapai persamaan dengan tuhan. Budi yang tertinggi adalah roh. Menyucikan roh adalah satu-satunya jalan menuju cita-cita kemurnian.[3]

 

 

  1. B.  Zaman pertengahan (Abad 6 – 16 M)

Zaman pertengahan dieropa adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Abad pertengahan dibahas sebagai zaman yang khas, karena dalam abad-abad itu perkembangan alam pikiran eropa sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama. Filosof  yunani yang berpengaruh pada abad  pertengahan ini adalah plato dan aristoteles, plato menampakan pengaruhnya kepada agustinus sedangkan aristoteles kepada Thomas Aquinas. Adapun perkembangan filsafat pada masa ini dibagi menjadi dua zaman yaitu : zaman patrisitik dan zaman skolastik.

  1. Zaman Patristik

Kata patristik berasal dari bahasa latin peter yang berarti bapak dalam lingkungan gereja.bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama Kristen. Para filosof pada zaman ini diantaranya yustinus martyr, Clemens dan origenes. Adapun zaman keemasan pada masa ini terbangun setelah kekaisaran  constantinus agung mengeluarkan “Edik Milango” yang melindungi warganya dalam dan untuk menganut agama Kristen. Pada abad ke-4 terjadi zaman keemasan patristik latin. Nama besar jajaran bapak gereja  barat adalah augustinus yang dinilai menjadi pemikir terbesar untuk seluruh zaman patristik. Adapun kelemahan dan kekuatan dari pemikiran augustinus adalah bahwa pemikiran merupakan integrasi dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatinya.

 

  1. Zaman skolastik

Zaman skolstik awal ini berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk,yaitu perpindahan bangsa hun dari asia ke eropa sehingga bangsa jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran romawi yang secara politik sudah mengalami kemerosotan. Karena situasi yang ricuh, tidak banyak pemikiran filsafati yang patut ditampilkan pada masa ini. Namun, ada beberapa tokoh dan situasi penting yang harus diperahatikan dalam memahami filsafat pada masa ini. Adapun zaman skolastik keemasan terjadi pada abad ke-13. Pada zaman skolastik ini filsafat dipelajari dalam hubungannya  dengan teologi. Pada za,man keemasan inipula didirikanya universitas-universitas, ordo-ordo,adanya penemuan karya filsafat yunani, terutama karya aristoteles. Adapun tokoh-tokohnya yaitu : Bonaventura,siger, albert agung, Thomas Aquinas dan J.D.scotus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


[1]Rijal muntansyir, misnal musnir. 2008 h.60

                                                                                                                                                                                Ibid,h.64                [2]

[3]

 

ILMU, BEBAS NILAI ATAU TIDAK ?

  1. A.   Strategi Pengembangan Ilmu

Setiap kali bebicara tentang strategi pengembangan ilmu, maka pertanyaan pertama yang muncul dibenak kita yaitu: apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak ? sebab kedua cara pandang yang berbeda itu membawa implikasi yang berbeda pula dalam strategi pengembangan ilmu yang dipilih.

Kadang kala orang mengaitkan pilihan antara bebas atau tidak bebas nilai itu dengan jenis ilmu yang dikembangkan. Artinya, ilmu-ilmu sosial dipandang lebih banyak terkait dengan masalah-masalah sosial. Sehingga, lebih kuat keterkaitannya dengan masalah nilai. Sedangkan ilmu-ilmu eksak, nyaris terlepas dari intervensi sosial, sehingga dipandang lebih bebas nilai. Apakah pendapat yang demikian itu dapat diterima atau tidak ? tentu pembuktian dilapangan sangat menentukan bahwa ilmu-ilmu eksak sekalipun tidak kalis terhadap kepentingan sosial. Sehingga sedikit banyak terkait pula dengan nilai-nilai.

 

  1. B.   Ilmu Bebas Nilai Atau Tidak ?

Didalam filsafat ilmu terjadi banyak kesibukan dalam menghadapi pertanyaan apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak ?. pertanyaan ini senantiasa dihubungkan dengan pertanyaan apakah mengenai hal ini gambaran tentang ilmu-ilmu alam berbeda dibandingkan dengan ilmu-ilmu manusia seperti: ilmu masyarakat, ilmu sejarah ilmu jiwa, ilmu ekonomi, sesuatu tanggapan disebut pertimbangan nilai jika didalamnya orang mengatakan bahwa sesuatu hal baik atau keliru, diharapkan atau tidak diharapkan, positif atau negative, menguntungkan atau merugikan, indah atau jelek, atau apakah sesuatu hal layak untuk diutamakan dibandingkan dengan hal-hal lain[1]. Oleh karena itu perlu dirumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan bebas nilai itu. Joseph situmorang menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.[2]

Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada tiga factor sebagai indicator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai:

Pertama, ilmu harus bebas nilai dari pengandaian-pengandaian. Yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti: faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya.

Kedua, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.

Ketiga, penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal. Ilmu kita katakan bernilai, karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya, yang objektif, yang terkaji secara kritik. Jadi sesungguhnya, pembicaraan mengenai keadaan lain yang bebas nilai yang dimungkinkan atau diharapkan, bermula dari membuat pertimbangan nilai mengenai ilmu itu sendiri. Meskipun pertimbangan ini juga masih dapat beraneka ragam coraknya.

Sejak manusia membutuhkan ilmu pengetahuan, sejak itu pula ada nilai-nilai yang ditargetkan. Fungsi dan manfaat yang diperoleh dari ilmu pengetahuan merupakam tujuan akhir dari semua pengetahuan, kinerja pengetahuan pengetahuan yang tidak pernah luput dari nilai.

Ada lima hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan makna nilai, yaitu:

  1. Nilai sebagai panduan hidup manusia
  2. Nilai sebagai tujuan hidup manusia
  3. Nilai sebagai pilihan normatif
  4. Nilai sebagai hakikat semua pengetahuan
  5. Nilai sebagai kesadaran tertinggi dari seluruh kesadaran manusia tentang motof-motif dan bentuk sebuah tindakan yang berakar pada nalar dan tolak ukur yang terjadi jaminan tercapainya tujuan perilaku[3].

Lima aspek dari makna nilai diatas adalah kesimpulan yang mengungkapkan makna nilai secara filosofis. Dengan demikian, alternatif pertama atau dapat pula diletakan terakhir dlam seluruh tindakan berpengetahuan atau tidak, adalah pilihan nilai dalam kehidupan rasional dan spiritual manusia sebagai individu atau kelompok. Prinsip bernilai, sepanjang makna tersebut menjadi perangsang dan pelengkap hakikat semua tujuan diraihnya ilmu pengetahuan sekaligus pengalamannya.


[1] Beerling, dkk. Pengantar filsafat ilmu, Yogyakarta: PT.Tiara Wacana Yogya, 1997. Hal.132.

[2] Rizal muntasyir, dkk. Filsafat ilmu, yogyakarta: pustaka pelajar, 2008. Hal.170.

[3] Beni amad sobani, filsafat ilmu, bandung: pustaka setia.2009.hal.192.